kebudayaanbetawi.com

Akeke Upacara Ala Tradisi Betawi

kebudayaan betawi – Akeke Upacara Ala Tradisi Betawi. Dalam  keluarga  Betawi,  jika ada seorang ibu yang akan melahirkan, ia akan ditunggui oleh famili terutama suaminya sendiri. Jika nanti jabang bayi sudah dilahirkan dan sebelum tali pusarnya dipotong maka ayahnya atau famili laki-laki lainnya langsung akan mengazankan pada telinga kanan dan mengqamatkan pada telinga kiri. Ini dimaksudkan untuk menanamkan aqidah Islamiyah kepada anak sejak awal sekali. Azan dan qamat ini adalah kalimah tayyibah yang sedapat mungkin kata dan kalimat pertama yang didengar si bayi dengan harapan akan terbawa sampai dewasa. Artinya ia akan menjadi manusia yang shalih dan membenci kemaksiatan. Baru setelah itu tali pusarnya dipotong dan ari-ari (placenta) dimasukkan ke dalam pendil (kendil) yang sudah diisi dengan  kembang tujuh rupa lalu dikubur di dekat cericipan depan rumah atau di bawah tempat tidur. Jika malam kuburan ari-ari ini dipasangi lampu cempor.

Akeke Upacara Ala Tradisi Betawi. Seorang ibu yang baru melahirkan kelihatan sangat lelah dan pucat, untuk itu keluarganya akan membuatkan masakan dari daun-daunan yang segar-segar. Beberapa keluarga atau famili lain akan mengantarkan pula masakan, makanan, dan perlengkapan bayi. Masa ini dinamakan mapas yaitu masa mengembalikan kesegaran bagi ibu yang baru melahirkan. Ia diharuskan memakan sayur bening, yaitu sayur katuk, sayur bayam atau sayur kangkung. Disediakan pula ramuan khas Betawi, seperti : sambetan, jamu daon sembung, jamu aer godogan, aer daon kumis kucing, dan jamu kayu rapet.

Coplok Puser

Akeke Upacara Ala Tradisi Betawi. Tali puser si orok akan putus atau puput dengan sendirinya atau secara alamiah dalam waktu antara 3 sampai 10 hari. Tali puser yang udah putus dibungkus dengan kain putih dan disimpan dengan rapi. Tali puser ini dapat menjadi obat mujaran bagi si orok (bahkan sampai dewasa). Jika si orok sakit, tali puser itu direndam di air putih lalu diminumkan kepada si orok. Atau jika dalam keluarga tidak bisa rembug (sepakat, akur), tali puser direndam di air putih lalu diminumkan secara silang kepada si anak yang sedang bentrok. Ada juga yang berpendapat, tali puser yang coplok itu dikubur di bawah pohon asem. Ini maksudnya agar keluarga menjadi tentram.

Akeke Upacara Ala Tradisi Betawi. Ketika puput puser, orang tua si orok akan melaksanakan selametan (tahlilan). Selametan dilaksanakan secara kecil-kecilan di antara keluarga dan tetangga dekat. Pada kesempatan itu akan di suguhkan konsumsi bubur.

Tidak tertutup kemungkinan ada anak yang pusernya bodong. Dalam tradisi Betawi, dukun bayi mempunyai keahlian mengurus puser. Ketika si orok puput pusernya, pusernya dibaluri obat dari serutan sendok sayur dari batok kelapa. Saat ini obat itu sama dengan betadine atau antibiotik lainnya.

Setelah puser diberi kerikan batok kelapa sendok sayur, puser itu di tekan dengan jempol sambil diputer ke arah jarum jam. Setelah itu ditampel dengan uang logam yang dibungkus kaen putih. Kemudian orok dipakaikan gurita dan dibedong.

Bagi orang Betawi upacara selametan bagi bayi langsung pada hahekah (cukur rambut dan pemberian nama). Sementara itu puput puser dianggap etape yang biasa saja. Artinya pada saat si bayi sudah coplok pusernya, tidak ada upacara khusus yang dilakukan sehubungan dengan kecoplokan puser itu.

Akeke

Akeke Upacara Ala Tradisi Betawi. Beberapa hari kemudian (tiga sampai seminggu) baru diselengarakan selametan menyambut kelahiran bayi. Selametan itu dinamakan akekah atau akeke.

Akikah (Akeke atau akekah) adalah upacara selamatan (untuk anak yang baru dilahirkan) dengan memotong kambing. Upacara selametan ini bagi orang Betawi dilakukan sekali selama hidup. Tapi bagi mereka yang kaya, dapat melakukannya setiap tahun, khususnya pada bulan Dzulhijjah atau musim haji. Bulan ini disunnahkan berkorban dengan memotong hewan berupa kambing atau sapi/kerbau, mengikuti syariat Nabi Ibrahim.

Akeke potong Kambing
(Akeke/Foto: LKB)

Upacara selamatan ini dilaksanakan paling cepat seminggu setelah kelahiran sang orok alias si bayi. Atau dengan tenggang hari 7, 14 dan 21 hari setelah kelahiran. Ini dihubungkan pula dengan upacara pencukuran rambut dan sekaligus juga sebagai peresmian pemberian nama kepada si bayi. Dalam sejarah Islam upacara ini dilakukan sebagai reaksi terhadap tradisi jahiliyah. Masa jahiliyah kepala anak lelaki (anak wanita dikubur hidup-hidup) yang baru dilahirkan biasanya dibasahi dengan darah binatang yang disembelih. Kebiasaan jahiliyah ini diberantas dan dibersihkan oleh Islam dan diganti dengan akikah. Hadis yang diriwayatkan Tirmizi dari Aisyah menyebutkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan sahabat-sahabatnya supaya mengaki-kahkan anak laki-laki dua ekor kambing dan anak perempuan satu ekor kambing.

Akikah banyak mengandung hikmah dan ajaran antara lain : (1) merupakan kurban yang mendekatkan diri si anak kepada Allah mulai sejak awal hidupnya; (2) merupakan tebusan bagi anak yang pada saatnya nanti hewan akikah akan diejawantahkan berupa syafaat pada hari kiamat kepada kedua orang tuanya; (3) mengkokohkan tali persaudaraan dan kecintaan di antara warga masyarakat dengan berkumpul di satu tempat dalam menyambut kehadiran anak yang baru lahir; dan (4) merupakan sarana yang dapat merealisasikan prinsip-prinsip keadilan sosial dan menghapuskan gejala kemiskinan di dalam masyarakat, misalnya dengan adanya daging yang diberikan kepada fakir miskin. Akikah (akeke) yang berlaku dalam tradisi masyarakat Betawi sebenarnya memang operasionalisasi syariat Islam meski dalam proses pelaksanaannya tidak utuh.

Dalam tradisi Betawi seorang ibu yang baru melahirkan akan menggantungkan peniti, gunting kecil, dan batang salak yang masih berduri atau duri daun nanas di samping rumah dekat jendela kamarnya. Menurut cerita orang-orang tua, orok yang baru dilahirkan masih terlalu rentan terhadap lingkungan dan mudah dipengaruhi macam-macam hal. Konon setan takut dengan duri pohon salak dan barang yang tajam lancip. Ini merupakan tradisi yang pernah berlaku di tanah Betawi.

Biasanya sebuah keluarga (pasangan suami – istri) yang baru mendapat atau melahirkan anak, akan sibuk mempersiapkan upacara selametan yang disebut akeke. Pada upacara ini dibutuhkan perlengkapan antara lain : air kembang setaman, nampan, gunting, kelapa muda, hiasan nampan berupa bendera dari uang, memotong kambing, dan lain-lain. Jumlah kambing yang dipotong dua ekor jika si orak laki-laki dan seekor jika perempuan. Tentu saja sejak pagi hari sudah dilaksanakan pemotongan kambing. Sohibul hajat pun akan mengundang tokoh masyarakat dan tetangga sekitarnya, agar berkenan datang untuk selametan akeke.

Mengetahui ada warga yang baru melahirkan, biasanya para tetangga khususnya kaum ibu akan menjenguk.  Tetangga yang datang menjenguk itu akan nyempal, artinya menyelipkan uang di bawah pundak si bayi. Ini maksudnya untuk membantu meringankan biaya pengurusan si bayi, apakah untuk membeli susu, popok, baju, perlengkapan mandi, dan sebagainya. Jadi nyempal itu memberikan uang dengan cara menyelipkan uang ke bawah pundak si bayi. Saat ini umumnya famili atau keluarga dan tetangga lebih sering memberikan hadian untuk kebutuhan bayi, bukan lagi memberikannya selayaknya nyempal.

Akekah dilaksanakan pagi atau sesudah shalat Zuhur. Tapi umumnya sesudah shalat Isya dengan harapan tetangga sekitar khususnya kaum laki-lakinya dapat hadir. Upacara dimulai dengan tahlilan atau pembacaan zikir dan tahlil. Dilanjutkan dengan pembacaan maulid Nabi Muhammad SAW dari kitab Syarafal Anam (Al-Barzanji). Ketika pembacaan maulid sampai serakal (Asyrakal), maka si bayi dibawa ke ruang tempat upacara maulid untuk dicukur atau dipotong rambutnya. Pemotongan rambut ini dimulai dari kyai atau tokoh masyarakat, seterusnya dilakukan oleh kakek, ayah, ibu, keluarga, dan seluruh jamaah yang mengikuti acara.

Dalam tradisi Betawi, hasil seluruh rambut yang dipotong atau dicukur itu dikumpulkan kemudian ditimbang dengan ukuran gram. Jumlah timbangan misalnya 5 gram, maka ayah si bayi (si bayi sekarang sudah diberi nama, misalnya namanya Muhammad Arief) akan membeli emas sebanyak 5 gram. Ukuran emas dipakai karena emas termasuk mata uang yang stabil. Nanti uang untuk membeli emas yang 5 gram emas itu akan disumbangkan kepada anak yatim – piatu dan orang miskin.

Ketika seluruh rangkaian upacara selesai, maka tetamu disajikan pengetean, berupa kue-kue khas Betawi (seperti: kue jongkong, bugis, talam udang, kelen, lumpang, unti, putu mayang, dll) dan buah-buahan. Untuk makan besar atau makan bersama tidak dengan cara prasmanan, tapi telah disediakan dan dikeluarkan nampan-nampan berisi nasi kebuli. Nasi kebuli ini campuran utamanya adalah daging kambing. Satu nampan untuk 4 orang, yang isinya daging kambing empat potong, emping/kerupuk udang, dan sepiring sayur pacri. Sayur pacri ini terbuat dari terong, nanas, daging giling, dan bumbu-bumbu khas lainnya. Dalam makan ini tidak disediakan tesi atau sendok tapi langsung disuap dengan tangan telanjang.

Yahya. Jika selesai makan-makan, tamu yang mau pulang diberikan bungkusan nasi berkatNasi berkat – sesuai dengan namanya – berarti mendapat berkah atau oleh-oleh sebagai tanda terima kasih sohibul hajat. Nasi berkat adalah sebungkus nasi putih dilengkapi lauk-pauk terdiri atas semur daging, pesmol ikan bandeng, perkedel, serondeng, gule buncis atau acar kuning, dan emping. Tapi lantaran kali ini upacara akeke, maka lauk nasi berkat ditambah dengan gulai kambing. Tidak seperti saat Qurban, kambing yang disembelih saat akeke tidak dibagikan mentah-mentah tapi dibagikan sudah dimasak. Begitu memang sunnahnya.

Nasi berkat dalam tradisi Betawi dibungkus dengan memakai daun jati atau daun teratai dan dimasukkan ke bongsang. Saat ini sering dipakai daun pisang batu atau cukup dengan boks karton dimasukkan ke dalam kantong plastik atau kantong kemasan yang dipesan khusus untuk itu.

Nyapih

Dalam perjalanan selanjutnya jika si anak sudah berumur dua tahun atau lebih, orang tuanya akan melakukan upacara nyapih. Tapi sebenarnya menyapih anak tidak harus usianya telah dua tahun. Bisa saja si anak baru 7 atau 8 bulan. Mengapa? Karena si ibu sudah hamil lagi sehingga si anak harus segera disapih. Orang Betawi menyebut bayi yang belum berumus setahun sudah disapih namanya sundulan. Maksudnya bayi pertama belum saatnya disapih, tapi dia sudah akan memdapat adik sehingga posisinya menyususl bayi pertama. Jika tidak disapih akan mempengaruhi kesehatan si ibu. Nyapih atau Sapih adalah upaya seorang ibu untuk memberhentikan ketergantungan si anak menyusu dari ibunya (ASI). Sapih atau menyapih pada masyarakat Betawi tidak dapat dikerjakan atau dilakukan oleh sembarang orang. Pekerjaan ini dilakukan oleh dukun beranak.

 

(Dukun Beranak Betawi/Foto: kemdikbud.go.id)

Seorang ibu yang mau menyapih anaknya akan datang meminta tolong kepada seorang dukun beranak. Pada umumnya untuk menyapih anak, orang Betawi memilih hari Jum’at. Orang Betawi sangat yakin bahwa hari Jum’at adalah sayidul ayyam, penghulu hari-hari. Oleh sebab itu banyak keistimewaan di hari Jum’at. Untuk menyapih anaknya, si ibu harus membawa teh, gula putih, dan buah-buahan. Ini tidak dimaksudkan untuk oleh-oleh yang nanti akan diberikan kepada dukun beranak, tapi untuk keperluan si anak.

Segera setelah si ibu menyerahkan bawaannya kepada dukun beranak, sang dukun akan menerima bawaan dan langsung dibawa ke kamar tidur (pangkeng) yang biasanya digunakan juga sebagai tempat urut. Di dalam kamar si dukun akan membaca bacaan-bacaan khusus atau jampi-jampi. Setelah membaca doa-doa khusus, si dukun akan membuat ramuan obat oles yang bahannya terdiri atas daun sirih, kapur sirih, dan gambir. Sambil membuat obat ini si dukun membaca doa-doa lagi. Setelah selesai obat oles itu akan dioleskan di putting dan sekitar payudara si ibu sambil bicara kepada si anak yang disapih. “Neng, liat, nih, tetek emaknye ude dikasih tai ayam. Mengkenye mulain ini ari jangan netek lagi, ye…” Sehabis berkata begitu si anak disuruh netek saat itu juga. Merasakan air susu ibunya tidak enak lagi karena bercampur dengan obat oles, si anak tidak mau menyusu lagi.

Namun sering pula prosen nyapih tidak berjalan mulus, lantaran tidak jarang ada bayi yang tidak memperdulikan rasa obat olesan. Dia akan menyusu terus meski dengan risiko air susu yang dirasakannya bercampur dengan rasa obat oles. Ini mungkin karena dorongan alamiah si bayi yang lapar dan dorongan keinginannya untuk makan begitu besar. Pada kondisi seperti ini, biasanya dukun akan mencari formula atau adonan baru dalam membuat obat dan menuntaskan tugas menyapih bayi.

Dukun beranak memberikan teh dan gula yang tadi sudah dibaca-bacain kepada si ibu, sambil berkata, “Ni teh ame gula puti, lu bikin aer manis buat minum anak lu enti malem kalu die nangis. Lu, kudu tega ame anak kalu lu emang mao bener-bener nyapih anak.” Begitu pesan dukun beranak kepada si ibu. Ada pula kebiasaan menutupi tetek si ibu dengan sempak atau celana dalam suaminya. Ini tujuannya agar tetek tersebut tidak bengker, atau membengkak karena terlalu banyak air susunya akibat proses penyapihan.

Seorang ibu harus tega (betapapun besar sirikonya) mendengar tangis anaknya tengah malam. Jangan sampai si ibu lupa mengolesi teteknye dengan obat yang dibikin dukun. Artinya si ibu harus disiplin memegang aturan yang dikeluarkan oleh dukun. Kalau dia lupa memberi olesan lantas anaknya menyusu lagi, tentu nyapih dianggap urung. Ini karena si ibu lalai atau tidak tega mendengar jerit tangis anaknya di waktu malam hening sepi. Bisa pula karena faktor ayah si anak yang lebih tidak tega lagi, atau merasa terganggu dengan suara tangis anaknya sendiri, maka dengan kasar diperintah istrinya untuk tidak menyapih anaknya. Waktu anak menolak tetek ibunya, si ibu lalu membuat dan memberikan teh manis (yang gula dan tehnya sudah dijampi-jampi oleh dukun) kepada anaknya. Jaman sekarang si ibu selain memberikan teh manis hasil bacaan dukun, menyediakan pula susu instan atau makanan lain buat anaknya. Bergadang momong anak yang disapih memakan waktu empat (4) hari bahkan sampai seminggu. Ini memang melelahkan. Dan berat badan si anak pun akan turun sangat drastis sebagai akibat penyapihan itu. Bapak dan terutama ibunya akan merasa sangat sedih menyaksikan penderitaan anak kesayangannya.

Setelah anak benar-benar lupa menyusu, ibunya akan datang lagi kepada dukun beranak tempatnya nyapih. Kedatangannya kali ini bertujuan mulangin syarat. Artinya si ibu akan mengantar masakan khas Betawi (nasi, pesmol bandeng, semur daging, opor ayam, acar kuning, kerupuk udang), pisang ambon atau raja, dan kue-kue Betawi yang salah satunya adalah kue apem.

Seorang dukun beranak pada jaman dulu berperan multi fungsi, bahkan lebih hebat dari seorang dokter ahli kandungan. Ia memiliki keahlian alam nyata maupun alam gaib. Anak-anak yang tidak napsu makan, anak-anak yang kesambet, anak-anak yang ditumpangin mahluk halus, dan segala macam penyakit anak-anak lainnya akan mampu ditanganinya. Sebutan mereka pun macam-macam, antara lain disebut dukun sembur, yang maksudnya  dalam prakteknya sebagai dukun beranak ia berperan juga sebagai penyembuh segala macam penyakit dengan menggunakan media air atau ramuan (akar, daun) yang dijampi-jampi dan lalu disemburkan, dilulurkan dan dibuat popol ke embun-embunan dan dilulur ke tubuh anak yang sakit.

Begitulah peran besar yang telah dimainkan oleh dukun beranak dalam tradisi masyarakat Betawi. Apalah jadinya hidup ini tanpa kehadiran dan keahlian seorang dukun, apalagi dukun beranak.

Exit mobile version