Wisata Situs Betawi Aki Tirem
kebudayaan betawi – Wisata Situs Betawi Aki Tirem. Di Kampung Tirem, mengalir Kali Tirem adalah tempat perdagangan priuk dan bejana, terbesar. Seringkali datang bajak laut menjarah komoditas dagang itu. Aki Tirem sebagai pengulu kampung yang ditugaskan menjaga keamanan berpikir tak mungkin seorang diri melawan bajak laut. Maka diperlukan sebuah sistem kekuasaan (nagara) untuk menghadapi bajak laut. Sistem ini disebut krajan (cara menuliskannya bukan ke-raja-an). Menurut Wangsakerta krajan bernama Salakanagara. Salaka bahasa Kawi yang berarti perak. Menjadi pertanyaan di sini salaka mengacu kemana? Ada gunung Salak di Bogor, dan daerah bernama Cisalak di Jakarta Timur. Salak pada gunung Salak dapat dinisbatkan pada warna perak. Salak pada Cisalak dapat dinisbatkan pada buah salak. Warna daging pada buah salak keperak-perakan. Salaka pada Salakanagara kemungkinan dinisbatkan pada logam perak yang setingkat di bawah logam mulia emas. Tetapi ini tidak berarti bahwa Salakanagara melakukan perdagangan perak. Besar kemungkinan ketika itu perak telah menjadi alat tukar. Jadi salaka pada Salakanagara mengacu pada penamaan yang valuable, luhur. Tapi tetap terbuka kemungkinan yang lebih sederhana bahwa Salakanagara dinisbatkan pada pohon salak. Sebagaimana Tarumanagara punya asosiasi dengan tarum, jenis tanaman perdu.
Saya lebih cenderung salaka pada Salakanagara berasal dari pohon salak. Sebagaimana Cisalak dan gunung Salak. Tetapi tak dapat dipungkiri bahwa salaka bermakna perak yang diterjemahkan oleh penulis Geographia sebagai agryppa.
Wangsakerta mengatakan pendiri krajan Aki Tirem, tetapi raja pertama Dewanagara, menantunya yang berasal dari India. Dewanagara kemudian menjadi nama titiwangsa. Penguasa Salakanaga bergelar Dewanagara I, dan terakhir Dewanagara IX. Sekali lagi ini menurut Wangsakerta.
Meragukan kalau Dewanagara orang India karena dari peninggalan krajan ini di Batu Jaya, Bekasi, tak terdapat kesan India sama sekali. Baik dari sisa-sisa bangunan phisik, mau pun dari sosok penduduk aslinya. Para penulis Wangsakerta terpengaruh dengan raja-raja Tarumanagara dan Sriwijaya yang berasal dari India. Cuma perlu diketahui Tarumanagara baru berdiri abad V, sedangkan Sriwijaya abad VII. Pada abad-abad itu penguasa-penguasa di India merasa sangat kuat dan bersifat ekspansionis. Sedangkan pada abad-abad pertama Masehi power structure kerajaan di India belum sekuat periode abad V dan seterusnya.
Saya berpendapat Dewanagara adalah pribumi yang menikah dengan puteri Aki Tirem. Orang yang kemudian bergelar Dewanagara itu mestinya murid terpandai dalam ilmu bela diri, dan pembantu terpercaya Aki Tirem, dan cerdas dalam mencernakan informasi yang beredar di kali Tirem sebagai pelabuhan samudera dimana pelbagai bangsa berdatangan ke situ, baik untuk lancongan mau pun berdagang. Saya berpendapat orang India telah datang ke kali Tirem, sebagaimana orang Maghribi, untuk keperluan lancongan dan atau perdagangan.
Dari pertemuan budaya ini masuklah sejumlah kosa kata seperti alim, adat, kramat, kubur (Magribhi). Kata-kata ini telah dikenal sebelum kedatangan Islam. Juga masuk kata-kata dewa dan raja (India). Kosakata yang masuk umumnya mempunyai konteks spiritual dan kekuasaan.
Dewa sebuah konsep tentang yang kuasa. Dewanagara adalah orang yang paling berkuasa di nagara sebagai sebuah sistem kekuasaan. Sistem kekuasaan itu disebut krajan. Tetapi sang penguasa tidak disebut raja, atau sultan. Melainkan Dewanagara. Dengan demikian Dewanagara bukan nama titiwangsa. Dewanagara adalah jabatan tertinggi dalam sistem kekuasaan nagara. Dewanagara sebagai nomenclatur jabatan tertinggi dapat dipahami karena dengan penyebutan dewa pada Dewanagara mengandung dimensi spiritualistik demi pengokohan kekuasaan.
Jika sang penguasa adalah orang yang mempunyai kekuatan spritual yang tinggi, maka ia juga seorang pemimpin upacara ritual. Dengan demikian proses alih kuasa dengan sendirinya tak didasarkan pada keturunan. Karena itulah sulit mendapatkan kesan feodalisme dalam masyarakat Batu Jaya.
Penduduk Salakanagara bukan penganut Hindu, atau Budha. Kedua agama itu belum tiba di Jawa ketika masa kekuasaan Salakanagara. Penduduk menganut sistem kepercayaan menghormati arwah leluhur. Arwah leluhur dianggap masih memberikan pengaruh kepada mereka yang ditinggalkan. Hal ini confirm dengan laporan pelayar Magribi sebagaimana dicatat Claudius dalam Geographia. Banyak orang di Batu Jaya yang berkeyakinan bahwa leluhur pemilik batu-jaya masih sering berkomunikasi dengan mereka yang ditinggalkan. “Alus”, arwah leluhur, itu seringkali berpesan agar batu-jaya itu dijaga baik-baik. Dan “alus” pun suka bercerita tentang kehidupan mereka di masa lampau.
Wisata Situs Betawi Wak Item
Wisata Situs Betawi Wak Item. Betawi Kerajaan Pajaran merupakan kerajaan besar yang berfaham politik persemakmuran. Beberapa kerajaan kecil berkhidmat kepadanya, salah satunya Kerajaan tanjung Jaya. Tanjung Jaya dipercaya mengelola pelabuhan Kalapa. Pengelola atau manajer Pelabuhan Kalapan disebut Syahbandar dengan pangat Adipati. Jadi Syahbandar Bandar Kalapa adalah Adipati Kalapa. Syahbandar ini dipoyokin Wak Item, lantaran ia melazimkan memakai pakean pangsi warna hitam.
Tugas utama Syahbandar adalah menjaga keamanan kawasan dan tugas administratif lainnya. Atas izin Keraton Tanjung Kalapa, Syahbandar melaksanakan tugas-tugas kekratonan. Dapat dikatakan Syahbandarlah yang menjadi Palangdada di kawasan Bandar Kalapa atas segala hal yang berkaitan dengan Keraton Tanjung Jaya.
Sebagaimana diketahui, kawasan pantai utara menjadi daerah lalu lintas laut internasional. Nilai strategisnya inilah yang kemudian kawasan ini, khususnya Bandar (Pelabuhan) Kalapa, menjadi inceran bebagai pihak untuk menguasainya. Ia kerap disatroni perampok dan perompak (bajak laut). Dengan kehalian strategi perang dan pengasaan ilmu bela diri yang mumpuni, Syahbandar Wak Item dibantu 20 orang punggawanya, berhasil mengamankan bandar dari segala amcaman bahaya.
Bandar Kalapa kian terkenal di mata dunia internasional. Maka berbagai bangsa dari segala penjuru – baik nusantara maupun mancanegara – dijadikan Bandar Kalapa sebagai salah satu pilihan utama untuk berniaga. Pedagang Portugis, Inggris, Belanda, China, India, Arab dan sebagainya melakukan bisnis di Bandar Kalapa. Salah satu yang menonjol adalah Portugis. Dengan Portugis inilah Syahbandar Kalapa, atas nama Keraton Tanjung Jaya melakukan perjanjian bisnis berskala besar. Perjanjian ini kemudian menimbulkan reksi berlebihan dari berbagai bangsa, sehingga konflik kepentingan bisnis kian mencuat yang mengakibatkan terjadinya saling curiga.
Pada 1522, bangsa Portugis mengajukan surat permohonan izin mendirikan kantor perwakilan dagang di Bandar Kalapa. Tentu saja menurut Wak Item, hal ini harus dilaporkan dan didiskusikan di Kraton Pajajaran. Prabu Siliwangi membuat SK pengangkatan Tim Perjanjian dengan Portugis. Pada SK itu ditetapkan Prabu Surawisesa, Mangkubumi, Patih Pangeran Papak, dan Syahbandar Kalapa Wak Item sebagai anggota delegasi perjanjian.
Delegasi kerajaan Pajajaran itu bertemu dengan orang-orang Portugis yang menguasai Malaka. Terjadi kesepakatan bahwa Portugis berhak atas monopoli pembelian lada, dan berhak pula membangun kantor dagang. Sementara itu Portugis berkewajiban memperkuat pertahana Kalapa dengan sejumlah persenjataan. Perjanjian ini diabadikan dalam sebuah padrao (batu berpahat) pada tahun 1522 di Kalapa. Padrao kini disimpan di Museum Sejarah Jakarta.
Sebagai pelaksanaan perjanjian Portugis mengirim sejumlah besar meriam ke Kalapa. Meriam itu oleh penduduk diberi nama si Jagur. Si Jagur kini tersimpan di Museum Sejarah Jakarta.
Pasca perjanjian dengan Portugis, Bandar Kalapa kian menggeliat dan tumbuh menjadi pelabuhan intenasional. Kesenian kian sering ditampilkan, baik untuk menghibur publik yang beraktivitas, maupun ditampilkan secara khusus dalam menyambut delegasi niaga bangsa lain.
Penulis Yahya Andi Saputra