Site icon kebudayaanbetawi.com

Bawa Tanda Putus Tradisi Betawi

Bawa Tanda Putus

Bawa Tande putus, Dokumentasi Lembaga Kebudayaan Betawi

kebudayaanbetawi.com – Bawa Tanda Putus bisa berupa apa saja. Namun orang Betawi yang merupakan masyarakat hasil percampuran berbagai suku dan bangsa di dunia ini tidak benar-benar steril dari pengaruh unsur budaya dunia tersebut. Satu di antara pengaruh itu adalah kebiasaan memberikan bentuk Cincin Belah Rotan sebagai tande putus. Tande putus artinya bahwa None Calon Mantu telah terikat dan tidak lagi dapat diganggu oleh pihak lain walaupun pelaksanaan tande putus dilakukan jauh sebelum pelaksanaan Acare Akad Nikah.

Menikah atau akad nikah dalam Islam memang harus disegerakan. Masyarakat Betawi biasanya melaksanakan acare ngelamar pada hari Rabu dan acare bawa tande putus dilakukan hari yang sama seminggu sesudahnya. Dalam ngelamar utusan yang datang sebagai wakil Tuan Calon Mantu berpesan : “Insya Allah, sampe ketemu Rebo lagi!”

Kebiasaan ini terjadi karena uang belanja perkawinan yang diserahkan pada acare bawa tande putus itu diharapkan dapat digunakan pada hari Jum’at (minggu yang sama) untuk pelaksanaan akad nikah. Alasan mengapa orang Betawi memilih hari Jum’at karena pada hari itu orang Betawi tidak pergi jauh-jauh dari rumahnya mengingat ada kewajiban shalat Jum’at. Dalam kaitannya dengan perkawinan, diharapkan setelah shalat Jum’at seluruh sanak keluarga, tetangga, dan undangan akan hadir memberikan doa selamat kepada pengantin. Ini juga berkaitan dengan ajaran Islam bahwa semakin banyak orang yang mengetahui dan mendoakan, semakin baik bagi pengantin.

Bawa Tanda Putus, Acare bawa tande putus dilaksanakan semingu setelah ngelamar. Pada acara ini utusan yang datang menemui keluarga Calon None Mantu adalah orang-orang dari keluarga yang sudah ditunjuk dan diberi kepercayaan. Pada acare bawa tande putus itu dibicarakan :

  1. Apa cingkrem (mas kawin/mahar) yang diminta
  2. Berapa nilai uang yang diperlukan untuk resepsi pernikahan
  3. Apa kekudang yang diminta
  4. Pelangke atau pelangkah kalau ada abang/empok yang dilangkahi
  5. Berapa lama pesta diselenggarakan
  6. Berapa perangkat pakaian upacara perkawinakan yang digunakan oleh Calon None Mantu pada acara resepsi
  7. Siapa dan berapa banyak undangan

 

Cingkrem (mas kawin/mahar) menjadi pembicaraan pokok. Tempo dulu dengan mendengar permintaan dari pihak Calon None Mantu, seorang utusan dari keluarga Calon Tuan Mantu akan segera memahami berapa jumlah biaya yang diperlukan. Biasanya merupakan hasil kelipatan sepuluh dari harga mas kawin.

Adapun kerika menyebut mas kawin, orang Betawi punya tata krama tersendiri. Dia tidak akan menyebut langsung apa dan berapa permintaan yang diinginkan. Biasanya pihak Calon None Mantu mengutarakannya dengan gaya bahasa atau ungkapan yang tersirat. Misalnya : “None kite mintenye Mate Bandeng seperangkat”. Itu berarti Calon None Mantu menghendaki mas kawin seperangkat perhiasan emas bermata berlian. Jika pihak Calon None Mantu menyatakan : “None kite mintenye Mate Kembung seperangkat”. Artinya mas kawin yang diminta adalah perhiasan emas bermata intan tulen seperangkat.

Jadi seperti telah disebut di atas, belanja resepsi perkawinan dapat diperkirakan dengan memperhatikan besarnya nilai mas kawin. Maka dengan sendirinya utusan pihak Calon Tuan Mantu harus memahami kata-kata bersayap termasuk semua masalah yang terkait di dalamnya.

Seudenye Acare Bawa Tande Putus, kedua belah pihak menunggu dan mempersiapkan keperluan pelaksanaan Acare Akad Nikah. Masa ini dimanfaatkan juga untuk memelihara None Calon Mantu yang disebut dengan piare calon none penganten dan orang yang memelihara disebut tukang piare penganten atau ada juga yang menyebut dukun penganten. Biasanya tukang piara penganten adalah jabatan rangkap dari Mak Comblang.

 

Exit mobile version