kebudayaanbetawi.com

NAMATIN TERAWE

NAMATIN TERAWE

CERITA PUASA ANAK BETAWI

Pengantar
Ahlan wasahlan syahri Ramadan.
Bulan puasa ini, laman www.kebudayaanbetawi.com menurunkan artikel berseri hal-ihwal atau sisik melik puasa dalam masyarakat Betawi. Artikel ini ditulis Yahya Andi Saputra, Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Bidang Penelitian dan Pengembangan. Semoga tulisan ini (ditulis dengan gaya bercerita) bermanfaat bagi pembaca dan peminat masala-masalah kebetawian lainnya. Mari kita menyambut buan suci Ramadan dengan girang. Dengan girang saja, Allah menjamin haram jasad kita disentuh api neraka. Semoga ibadah puasa kita menjadi ibadah yang berdampak pada kehidupan sosial sehari-hari. Dampak wata’awanu ‘alal birri wattaqwa dan ketakwaan sosial yang nyata.
Salamat puasa. Raih predikat takwa.

NAMATIN TERAWE

Bulan Puasa itu, kata guru yang ceramah, adalah bulan mulia, bulan seribu bulan. Puasa itu dibagi tiga, kata guru. Kok dibagi tiga? Kata guru, bukan dibagi tiga, tapi sebulan ada tiga keistimewaaan. Sepuluh hari pertama, sepluh hari kedua, dan sepuluh atau semilan hari terakhir. Maka dijelaskan dibagi tiga. Bukan kata saya, kata guru, tapi kata hadis. Biar kata hadis yang lemah. Awalnya rahmah, tengahnya ampunan, dan akhirnya dijauhkan dari api neraka. Kata guru, bulan puasa itu kita dapet semua. Enggak kudu dibagi-bagi seperti itu. Saban malem kita dapet rahmah, ampunan, dan dijuhkan dari api neraka. Tinggal pegimane kite puasanye. Man shama ramadhana imanan wahtisaban, ghufiralahu maa taqaddama min zambih. Siapa yang puasa ramadan dengan keimanan dan keikhlasan, maka diampuni dosanya yang telah lalu. Begitu guru menutup ceramah singkatnya.
Waktu kecil saya ingat kalau bulan puasa masuk tanggal 15, biasanya anak-anak akan lebih girang datang ke langgar untuk sembahyang terawe (tarawih). Ya, kalau sudah masuk pertengahan bulan, kita sering dengar orang-orang bilang ada namatin terawe. Kita tiak banyak tanya kenapa ada namatin terawe. Yang jelas pada salah satu malam sesudah terawe, ada tahlilan. Jika ada tahlilan, berarti ada makanan enak. Namanya juga anak-anak, yang dipikirkan ya hanya soal makan. Dan memang nyatanya perut anak-anak kenyang. Itu pengalaman rutin waktu kecil.
Sekali waktu Si Basir (umur delapan tahun sudah diajak pergi haji, maka Basir terkenal disebut sebagai haji cilik. Kini sudah almarhum. Dulu memang anak kecil atau cilik yang memiliki keunggulan diekspos di media. Ada penceramah cilik, ada qari cilik) secara becanda bilang, kok terawe pake ditamatin? Tapi pertanyaan asal jeplak Si Basir lewat begitu aja. Bagi anak-anak yang penting perut kenyang dan girang. Namun rupanya ungkapan itu menurut abang-abang kita yang sudah lebih paham perihal peribadatan, bertujuan memberikan dorongan kepada jamaah untuk melakukan terawe lebih semangat. Sebab bagaimanapun juga, hari-hari berjalan terus dan bulan puasa akan berakhir. Kita tetap tidak perhatian dengan apa yang dikatakan abang-abang kita. Maksudnya abang, ya memang abang atau kakak. Kita masing-masing punya abang yang sudah desawa dan mereka pun berkelompok turu-turu mereka. Kadang-kadang mereka mengajak kita melakukan hal-hal yang belum kita ketahui maksudnya. Tujuannya sih mungkin mendidik kita secara tidak langsung. Misalnya mengajak sama-sama membaca rawi.

Jamaah Selesai Tarawe

Yang saya ingat, jika puasa masuk tanggal 15 atau 16, biasanya imam terawe ganti bacaan surah. Terawe malam pertama sampai malem 14, pada salam pertama sesudah Alfatihah, imam membaca surah Alhakumut (At-Takasur), rakaat kedua Kulhu (Al-Ikhlas). Rakaat seterusnya Wal Asri (Al-Asr) – Kulhu, Wailul (Al-Humazah) – Kulhu, Alamtaro (Al-Fil) – Kulhu, Liilafi (Quraisy) – Kulhu, Aroaital (Al-Maun) – Kulhu, Inna ‘Ataina (Al-Kasar) – Kulhu, Kulya (Al-Kafirun) – Kulhu, Alamnasroh (An-Nasr) – Kulhu, Tabbat (Al-Lahab) – Kulhu. Begitu surah yang dibaca imam terawe. Oh, iya. Orang Betaw biasanya memang menyebut nama surah, meski ada namanya, tetapi lebih sering menyebut awal surah untk menyebut namanya. Seperti yang saya sebut di atas itu. Misalnya menyebut Surah At-Takasur, disebutnya Alhakumut, Surah Al-Ikhlas disebutnya Kulhu.
Lalu masuk malam ke-15 sampai malam terakhir, imam mengganti bacaan surah. Tidak seluruh surah, hanya pada rakaat pertama pada tiap salam. Salam pertama pada rakaat pertama membaca surah Inna Anzal (Al-Qadr), rakaat kedua membaca Alhakumut (At-Takasur). Rakaat seterusnya Inna Anzal (Al-Qadr) – Wal Asri (Al-Asr), Anzal (Al-Qadr) – Wailul (Al-Humazah), Inna Anzal (Al-Qadr) – Alamtaro (Al-Fil), Inna Anzal (Al-Qadr) – Liilafi (Quraisy), Inna Anzal (Al-Qadr) – Aroaital (Al-Maun), Inna Anzal (Al-Qadr) – Inna ‘Ataina (Al-Kasar), Inna Anzal (Al-Qadr) – Kulya (Al-Kafirun), Inna Anzal (Al-Qadr) – Alamnasroh (An-Nasr), Inna Anzal (Al-Qadr) – Tabbat (Al-Lahab). Itu perbedaannya. Perbedaan lainnya, sebenarnya bukan peredaan tetapi tambahan, adalah membaca kunut setelah shalat witir. Malam pertama sampai malam ke-14, imam tidak membaca kunut setelah shalat witir.
Seperti pertanyaan Si Basir, kok terawe pake ditamatin? Jadi sebenarnya, namantin terawe itu apa? (Yahya Andi Saputra).

Exit mobile version