CERITA PUASA ANAK BETAWI
Pengantar
Ahlan wasahlan syahri Ramadan.
Bulan puasa ini, laman www.kebudayaanbetawi.com menurunkan artikel berseri hal-ihwal atau sisik melik puasa dalam masyarakat Betawi. Artikel ini ditulis Yahya Andi Saputra, Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Bidang Penelitian dan Pengembangan. Semoga tulisan ini (ditulis dengan gaya bercerita) bermanfaat bagi pembaca dan peminat masalah-masalah kebetawian lainnya. Mari kita menyambut bulan suci Ramadan dengan girang. Dengan girang saja, Allah jamin haram jasad kita disentuh api neraka. Semoga ibadah puasa kita menjadi ibadah yang berdampak pada kehidupan sosial sehari-hari. Dampak wata’awanu ‘alal birri wattaqwa dan ketakwaan sosial yang nyata.
Salamat puasa. Raih predikat takwa.
ARIAN MOTONG
Pada artikel yang lalu telah diuraikan tentang andilan atau matung. Andilan atau matung maksudnya urun-rembuk atau gotong-royong warga kampung mengumpulkan uang untuk membeli kebo (kerbau). Kebo yang dibeli dengan uang andilan disebut kebo andilan. Jumlah kebo yang dibeli tergantung dari jumlah peserta andilan. Dua hari atau sehari menjelang lebaran kebo ini dipotong dan dagingnya dibagikan sama besar kepada anggota andilan. Hari memotong kerbau dalam lidah orang Betawi disebut arian motong kebo.
Bagi anak-anak, seperti yang saya alami lima puluh tahun lalu, arian motong kebo juga menjadi hari yang meriah dan dinanti-nanti. Sejak selesai shalat Subuh kita sudah imprih (sibuk sendiri dan harap-harap cemas) kapankah kebn andilan digiring menuju tempat pemotongan. Nah, saat kebo digiring itulah kita ngintilin (mengikuti atau mengiring) sembari jejingkrakan (teriak girang sambil berlompat-lompatan). Kebo yang memang sudah dikaluin (dicucuk hidungnya) itu mengikut saja ke mana dibawa. Soalnya kebo yang digiring biasanya bukan cuma satu ekor. Semakin banyak peserta andian, semakin banyak jumlah kebonya. Makin banyak jumlah kebo, makin meriah.
Sebagai koordinator andilan, Bang Atam (Abdul Hatam) bekerja sigap dan cekatan. Karena sudah bangkotan (berpengalaman) dalam melaksanakan andilan, beliau sudah paham apa saja perlengkapan yang harus disediakan. Mulai dari memilih tempat atau lokasi motong, air, tambang, pisau seset, kampak, golok, selang, pelastik, selang, timbangan, bak, pacul, pengki, tempat membersihkan tahi (usus, babat, dan sejenisnya), dan lain-lain. Yang paling penting beliau dai jauh-jauh hari meminta kesedian tukang jagal. Kepaiawaian jagal menjadi jaminan bagi peserta andilan, karena memahami benar syarat dan rukun penyembelihan hewan.
Di kampung Terogong dan Gandaria Selatan, ahli menyembelih hewan biasanya berprofesi sebagai ustaz, muallim, guru, atau kiai. Jika harus saya absen, ahli potong hewan antara lain : Baba Aji Minan (Guru Minan), H. Mursalih, dan H. Zaini Mesir. Generasi berikutnya adalah Bang Atam, Bang H. M. Nur, Bang H. Hamzah, H. Mulyadi, dan Bang Udin (H. Zainuddin). Masing-masing memiliki genggaman (alat potong baik golok dan pisau) khusus yang sangat dipelihara. Maksudnya dipelihara ketajamannya, sehingga kita dapat melihat binatang yang dipotong atau disembelih tidak merasakan sakit.
Sesudah persiapan dianggap sempurna, maka waktu ekskusi yang paling ditunggu anak-anak. Kita melihat orang-orang dewasa memperisapkan dadung (tambang) dan mulai mengikat kaki kebo. Kaki belakang ditarik ke depan dan kaki depan ditarik ke belakang. Dengan posisi menghadap kiblat (ka’bah baitulah) kebo ditarik bersama-sama dan rebah persis pada tempat yang sudah disediakan. Leher kebo dialasi batang pisang. Dengan suara keras Baba Aji Minan mengucapkan “Bismillahi allahu akbar (3X). Bismillahi la haula walaa quwwata illa billahil aliyyil adzim”, dan tangannya tangkas menyembelih laklakan (leher) kebo. Dalam hitungan detik, kebo sudah disembelih. Darah menyembur dari bagian yang dipotong. Kita menyaksikannya dengan tegang namun girang.
Ketika kebo benar-benar sudah mati, lalu ditarik ke tempat seset. Di sini kebo diseset (dikuliti), dibelah perutnya unuk mengeluarkan isi perut. Di pisahkan antara jantung, rempela, paru-paru dengan usus. Usus dan babat dibawa ke tempat pembersihan tesendiri. Lalu masing-masing bagian dipotong dan dikumpulkan sesuai jenisnya. Misalnya daging paha bersama paha, iga bersama iga, dan begitu seterusnya.
Seluruh daging, isi perut, tulang-belulang, dan kulit ditanding (ditumpuk atau dikumpulkan) sama berat. Misalnya menjadi 20 tanding, jika sejak awal sudah disepakati satu kebo dibuat untuk 20 peserta. Sementara kepala dan kaki biasanya menjadi jatah tukang potong. Tukang piara akan memperoleh daging yang terdapat di leher, kulit dan tulang kaki. Tapi jika tukang potong dan tukang piara sudah menerima upah berupa uang, maka tak lagi memperoleh pembagian daging.
Sebaga anak-anak, kita menyerap kemampuan atau keahlian orang-orang dewasa dalam hidup ini. Kita bersekolah di sekolah alam. Ente bagaiman? (Yahya Andi Saputra).