Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) menggelar Bedah Buku “Terang Bulan Terang Di Kali, ” karya Alm. M Ardan di Taman Eco Park Tebet Jakarta Selatan. Bedah buku yang diadakan pada Kamis, 26 Oktober 2023, menghadirkan narasumber Maman Mahayana, Yahya Andi Saputra, N. Syamsuddin CH. Haesy, Maudy Koesnaedy, Imron Hasbullah dan H. Ahmad Supandi. Di sela-sela acara bedah buku, Maman S. Mahayana mengungkapkan bahwa SM Ardan sebagai Cerpenis mengawali kepengarangannya lewat puisi berjudul “Dengan Tengkorak” (Poedjangga Baroe, No. 4, XII, 1950), menyusul 46 puisi lainnya yang dimuat di berbagai media massa terbitan tahun 1950-an. Di luar puisi-puisi itu, ia menerbitkan antologi puisi bersama, berjudul Ketemu Didjalan (Djakarta: Balai Pustaka, 1956) yang memuat puisi Ajip Rosidi (A. Rossidhy, “Lipatan Setangan” 15 puisi), Sobron Aidit (“Laporan” 15 puisi) dan S.M. Ardan (“Di Luar Garis” 15 puisi).Sebuah drama S.M. Ardan, “Kubangan” dimuat majalah Drama (No. 2, Th. I, 1953).
Sebagai cerpenis, S.M. Ardan telah menghasilkan 32 cerpen yang juga terbit pada dasawarsa 1950-an, kecuali cerpen “Pulang Pesta” (Djaja, No. 74. Th. II, 1963) dan cerita bersambung “Nyai Dasima (Varia, No. 367—373, Th. 8, 1965). Dari sejumlah cerpen itu, J.J. Rizal memilih cerpen-cerpen Ardan yang bertema Jakarta, melengkapi buku Terang Bulan Terang di Kali (Djakarta: Gunung Agung, 1955; Pustaka Jaya, 1974), sehingga judul bukunya menjadi Terang Bulan Terang di Kali: Cerita Keliling Jakarta (Depok: Masup Jakarta, 2007, xxiv + 287 halaman). Keseluruhannya, buku ini memuat 22 cerpen yang dibagi dalam dua bagian, yaitu Terang Bulan Terang di Kali berisi 10 cerpen
Terang Bulan Terang Di Kali merupakan kumpulan cerpen karya S.M.Ardan. Kumpulan cerpen itu terbit pertama kali pada tahun 1955 oleh Gunung Agung, Jakarta, setelah direkomendasikan oleh H.B. Jassin. Tahun 1974 Terang Bulan Terang di Kali dicetak ulang oleh Pustaka Jaya, Jakarta, dengan ilustrasi cover dibuat oleh Sriwidodo.
Pengakuan S.M. Ardan itu sesuai dengan pendapat Misbach Jussa Biran yang menyatakan bahwa Ardan sesungguhnya hanya memindahkan suasana Jakarta yang dikenalnya sejak kecil ke dalam Terang Bulan Terang di Kali. Judul Terang Bulan Terang di Kali sebenarnya juga hanya untuk menghadirkan kontras antara harapan dan kenyataan, antara bulan yang indah molek dan menjadi pujaan dengan kali yang kumal kotor. Bahkan, S.M. Ardan menegaskan kepada Misbach, “Jangan lupa, kali, bukan sungai!” Misbach menambahkan bahwa rumah S.M. Ardan memang terletak di dekat Kali Ciliwung. Jadi, demikian Misbach, dengan Terang Bulan Terang di Kali sesungguhnya S.M. Ardan hendak menelanjangi kehidupan kampung di kota besar yang dikatakan orang sebagai hidup dan manusia itu. Dengan kata lain, melalui kumpulan cerpennya itu Ardan hendak memperlihatkan adanya dehumanisi.
Kumpulan cerpen yang merekam kehidupan sosial rakyat kecil Betawi-Jakarta yang ditulis oleh “orang dalam” (insider) yang tumbuh di antara anak-anak Betawi-Jakarta mengalami suka duka mereka, bergaul akrab dengan mereka, berada di dalam kehidupan mereka. Terasa sekali setiap ceritanya disemangati pengamatan rasa kemanusiaan yang inklusif, merangkul dan memiliki kesadaran kemanusiaan yang satu. Seperti dikatakan Ajip Rosidi bahwa Ardan sangat dewasa dan matang, manusia-manusialah yang dilukiskannya. Cerita ditulis dengan memakai benar-benar dialek Betawi-Jakarta yang pulen. Sebagai cerpen, dikatakan oleh H.B. Jassin akan sangat membantu ahli ilmu bahasa dan ilmu bangsa-bangsa dan kemasyarakatan (Antropologi-Sosiologi) dalam penyelidikannya jika menyangkut Betawi-Jakarta. Bahasa dialek lahir, tumbuh dan mati. Adat kebiasaan muncul, mengalami perubahan, hilang diganti dengan yang lain. Begitu juga dengan permainan anak-anak Betawi-Jakarta yang mengalami lahir, tumbuh dan sirna. Semuanya, menurut Jassin, sangat besar jasa Ardan dalam mendokumentasikannya.
Imron Hasbullah, salah satu pembicara dalam bedah buku ini membahas mengenai sejarah awal terbentuknya LKB. “Dilihat dari sejarahnya, Lembaga Kebudayaan Betawi periode pertama diisi oleh maestro-maestro perfilman yang ada di jakarta, ada Sjuman Djaja juga termasuk S.M. Ardan. Buku karya S.M. Ardan ini merupakan produk sastra terbaik yang layak dijadikan film. Bukan hanya menghibur, juga mengedukasi masyarakat pada umumnya. Diharapkan kedepannya tumbuh penulis-penulis dari Betawi yang memiliki karya-karya terbaik,” ujar Bang Imbong.
Lain hal dengan yang disampaikan oleh H. Ahmad Supandi, sebagai eks wartawan lepas yang juga menjadi pembicara dalam acara bedah buku ini. Bang Haji Endi mengatakan bahwa buku Terang Bulan Terang di Kali jika dibuat menjadi film akan menjadi film yang menarik. Karena dari segi alur cerita, cerita ini sangat bagus, menggambarkan kehidupan perkampungan Betawi di tengah-tengah kota metropolitan. Apalagi jika didukung dengan artis yang berkualitas dan artistik serta lighting, pasti akan menghasilkan film yang ciamik.
Kegiatan Bedah Buku Terang Bulan Terang di Kali karya S.M. Ardan ini dimeriahkan juga oleh penampilan tari tradisional dari Sanggar Amarin serta Orkes Samrah dari Sanggar Geratak.