kebudayaan betawi – Di tengah gempuran arus globalisasi yang luar biasa, Yahya Andi Saputra seorang Tokoh berjuang untuk melestarikan budaya Betawi dengan melakukan berbagai penelitian dan kemudian menuliskannya dalam berbagai buku dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan sastra lisan. Kegiatan yang dipilih Yahya adalah jalur “diam”. Apa yang menarik perhatiannya jelas bukan “topik yang sedang tren”. Kegiatan ini tidak terlalu menjanjikan secara ekonomi. Bahkan untuk itu, ia kerap merogoh kocek untuk mendanai kegiatan.
Yahya memang merasa harus berpacu dengan waktu untuk merekam berbagai tradisi Betawi, mulai dari kuliner, kesenian, hingga berbagai ritual budaya yang terancam punah oleh gelombang globalisme yang melanda kota mega Jakarta. Selain itu, tidak banyak orang yang tertarik dengan bidang ini. Orang-orang sezamannya yang masih bertahan di bidang ini bisa dihitung dengan jari satu tangan.
“Saya mencintai budaya saya, khususnya seni dan budaya Betawi pada umumnya. Saya tumbuh dengan itu. Sejak SD, saya mengikuti pertunjukan kelompok seni tradisional, seperti Lenong. Dan itu membuat saya semakin sadar bahwa saya memiliki sesuatu yang istimewa. Mereka memanggil saya untuk mengenalnya lebih baik dan memperkenalkannya kepada orang lain. Saya berniat melakukan itu,” ujar mantan jurnalis berbagai media ini.
Dengan semangat yang berapi-api, Yahya aktif merekam tradisi Betawi yang masih bertahan hingga saat ini dan diambil dari ingatan para informan yang umumnya berusia lanjut. Dari ibunya yang sudah lanjut usia, dia belajar cara memelihara obat Betawi, teknik pijat untuk ibu hamil tujuh bulan, anak yang tidak bisa berjalan, dan cara menyapih anak usia tiga tahun, dan kebiasaan menanam daun sirih, teleng, dan daun kelor. . , jambu biji dan belimbing di teras.
“Ini tidak hanya ditanam oleh nenek moyang kita, tetapi memiliki kepentingan sosial yang sangat besar. Saat anak sedang bad mood, berikan saja daun sirih. Kalau untuk pengabdian masyarakat, buah-buahan yang kita tanam seperti belimbing dan jambu biji bisa dipetik untuk orang-orang yang bekerja untuk pengabdian masyarakat,” kata Yahya yang sudah banyak menulis buku tentang budaya Betawi.
Demi pelestarian, tak jarang Yahya harus menempuh perjalanan jauh. Ia meneliti budaya Betawi di Depok, Bogor dan masyarakat Betawi lainnya, meskipun secara administratif wilayah tersebut tidak termasuk dalam wilayah Jakarta, namun secara kultural tetap merupakan budaya Betawi. Bahkan sampai ke Pakis Jaya di Kerawang, Jawa Barat, karena ada kampung Melayu yang budayanya masih sama dengan budaya Betawi di Jakarta.
Kegiatan yang juga digelutinya adalah mengembangkan seni Shohibul Hikayat turur, salah satu bentuk sastra lisan. Ia pernah memiliki pengalaman buruk ketika harus bercerita di depan anak-anak di sekolah internasional dimana anak-anak biasa bercampur dengan anak-anak autis. Anda harus bekerja keras untuk memicu imajinasi anak-anak melalui kata-kata. Namun, pengalaman tersebut membuat Yahya semakin meningkatkan kemampuan berbicaranya. Saat ini ia adalah presiden Asosiasi Tradisi Lisan Jakarta.
Beberapa hal yang telah dilakukan Yahya Andi Saputra terkait dengan upaya pelestarian budaya Betawi, pada tahun 2015 Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menganugerahkannya Penghargaan Budaya dalam Kategori Konservasi. Ia mengaku kaget dengan penghargaan tersebut. “Saya berterima kasih kepada Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Saya merasa belum melakukan apa-apa. Penghargaan ini bisa menjadi pemicu atau cambuk untuk lebih membuka hati, untuk lebih semangat merawat harta kita,” ujarnya tentang penghargaan tersebut.
Mengenai globalisasi yang telah menyerbu Jakarta, ia mengatakan dengan tegas: “Saya tidak khawatir datang dengan antusias seperti budaya populer, tetapi lebih pada kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada budaya. Sejak 2011, kami telah membuat peraturan daerah untuk melestarikan budaya Betawi. Namun, hal itu belum menjadi fokus utama sidang-sidang DPRD. Dalam struktur (Pemda DKI) tidak ada daerah khusus untuk budaya Betawi”.
Yahya yang aktif terlibat dalam berbagai organisasi seperti Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), selalu optimis dengan kehidupan budaya Betawi karena budaya memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri meski orang tidak peduli.
Karya Buku puisinya antara lain
2 editions published in 2000 in Indonesian and held by 28 WorldCat member libraries worldwide
Customs and rites of the Betawi ethnic group of Jakarta
2 editions published in 2002 in Indonesian and held by 18 WorldCat member libraries worldwide
4 editions published in 2008 in Indonesian and held by 17 WorldCat member libraries worldwide
Rites and ceremonies of Betawi people
2 editions published in 2014 in Indonesian and held by 16 WorldCat member libraries worldwide
History of Setu Babakan as preservation place of the indigenous Betawi culture in Jagakarsa, Jakarta, Indonesia
1 edition published in 2017 in Indonesian and held by 14 WorldCat member libraries worldwide
2 editions published in 1999 in Indonesian and held by 10 WorldCat member libraries worldwide
3 editions published in 2009 in Indonesian and held by 8 WorldCat member libraries worldwide
1 edition published in 2016 in Indonesian and held by 6 WorldCat member libraries worldwide
On modern kebaya of Indonesia
3 editions published in 2017 in Indonesian and held by 5 WorldCat member libraries worldwide
2 editions published in 2011 in Indonesian and held by 2 WorldCat member libraries worldwide
2 editions published in 2011 in Indonesian and English and held by 2 WorldCat member libraries worldwide
2 editions published in 2017 in Indonesian and held by 1 WorldCat member library worldwide
On history and oral tradition of Jantuk, a traditional mask theatrical performance of Betawi people, Indonesia
1 edition published in 2016 in Indonesian and held by 1 WorldCat member library worldwide
1 edition published in 2011 in Indonesian and held by 1 WorldCat member library worldwide
1 edition published in 2012 in Indonesian and held by 1 WorldCat member library worldwide
1 edition published in 2011 in Indonesian and held by 1 WorldCat member library worldwide
1 edition published in 2011 in Indonesian and held by 1 WorldCat member library worldwide
1 edition published in 2011 in Indonesian and held by 1 WorldCat member library worldwide