kebudayaan betawi – Rebana Qosidah Berpacu Melestarikan Kesenian Betawi. Sejak abad ke – 6 Masehi saat Nabi Muhammad Hijrah ke Madinah. Pada saat itulah masyarakat menyambut Rasulullah dengan rebana sambil bersyiar atau bersholawat. Kesenian qasidah hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia sebagai bentuk budaya yang harus dilestarikan dan dikembangkan khususnya di Jawa Barat. Antusias masyarakat terhadap kesenian ini cukup besar dan mengakar. Atas dasar tersebut maka terbentuklah suatu wadah untuk menghimpun dan mengembangkan potensi seniman-seniman qasidah. Salah satunya yaitu Lembaga Seni Qasidah Indonesia (LASQI) yang berada di Jawa Barat.
Dalam buku Syahrul Syah Sinaga, “Akulturasi Kesenian Rebana (The Acculturization of The Art of Rebana. Ada beragam masyarakat yang mendukung dan melestarikan kesenian di Indonesia, dan merupakan hasil dari pengaruh budaya Islam. Seperti halnya qasidah, gambus, tanjidor, zamroh, dan lain sebagainya. Etnisitas dan komunitas yang beragam inilah yang menjadikan seni mempunyai ciri khas berlainan dan mempunyai nilai estetika yang berbeda. Kesenian rebana atau qasidah hadir di tengah-tengah masyarakat.
Sebagai pendukung dan ikut andil dalam melestarikan budaya yang mempunyai keunikan dan estetika tersendiri yaitu terjadinya kontak budaya Timur dan Barat maupun budaya lokal sehingga menimbulkan akulturasi.
Kelompok seni qosidah Al Kautsar yang didirikan pelatih rebana qosidah oleh H Murdja telah mendapatkan prestasi di dalam lingkungan tingkat kecamatan hingga walikota bahkan tingkat DKI Jakarta.
Mengenal sosok H. Murdja pria kelahiran asli Ciganjur Jakarta Selatan. Dia adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. H. Murdja mengatakan belajar rebana qosidah dari tahun 1972 pada waktu itu pada masa kampanye salah satu partai muslim. “Bila mengadakan kampanye menampilkan qosidah, dan pada waktu itu menyaksikan acara kampanye” ucapnya.
Rebana qasidah terlihat baik sekali. Dengan adanya kelompok rebana qosidah tersebut membuat dirinya terinspirasi. Dan pada saat itu ada kelompok – kelompok pengajian rumah. “Jadi gampang sekali merekrut anak – anak dan jadilah group qosidah tersebut,” ungkapnya.
Pertama dirinya mendirikan kelompok qhosidah al khasanah. Pada generasi berikutnya ia dirikan kelompok rebana qosidah al kautsar dan sekarang sudah masuk ke generasi ketiga. “Sampai sekarang terus berljalan alhamdulillah dan kelompok qosidah terus berkembang. Dan saya menjadi pengurus LASQI di wilayah Jakarta Selatan.
Untuk sampai sekarang ini H. Murdja masih membina kelompok rebana qosidah al kausar yang berada di wilayah Ciganjur. Ia menyampaikan semoga kelompok – kelompok qosidah yang bermunculan sekarang bisa sukses selalu, dan juga bisa berinteraksi dalam mengembangkan seni qosidah tersebut.
Tantangan dalam pengembangan qosidah pada awalnya adalah sempat di remehkan oleh masyarakat khususnya ibu – ibu, seni qosidah ini “topeng qulhu” sebab yang bermain ibu – ibu sembari bersholawat . Kendala selanjutnya dalam pelaksanaan latihan biasanya anak – anak datang sesuka hati mereka. “Kurangnya disiplin dan kadang terlambat pada saat latihan. Dan juga kurang memperhatikan cara – cara memukul rebana qasidah tersebut,” disitulah tantangannya ungkapnya.
Murdja menyatakan pada masalah pelatih rebana qosidah pada saat itu sulit sekali dicari. Sehingga dalam pengembangannya belum baik dalam melatih generasi selanjutnya. “Alamdulillah kalau sekarang kalau mencari pelatih qosidah pasti ada. Dan semakin berkembang dimana-mana, sehingga mari kita berpacu dalam mengembangkan kesenian qosidah agar menjadi lebih baik dan senantiasa diterima oleh masyarakat di lingkungan kita dan masyarakat Indonesia.
Penulis oleh : H Murdja