kebudayaan betawi – Sanggar Tanjidor Ajak Musisi Indonesia berkolaburasi Agar Tanjidor Go Internasional. Tanjidor salah satu alat musik tradisional betawi bisa menjadi kebanggaan dengan harapan bisa go internasional. Tanjidor memiliki perbedaan dengan daerah lain seperti di Lampung, Kalimantan, Bandung . Alat musik yang dibawa oleh para penjajah pada dasarnya seharusnya sama akan tetapi untuk di daerah lain berbeda, diungkapkan oleh Pimpinan Sanggar Putra Mayang Cijantung, Sofyan Martadianta
Dia melihat tanjidor di daerah lain tidak sama dengan yang dimiliki Betawi. Sebagai contoh tanjidor yang di Jawa Barat ada yang menggunakan biola, terompet hanya satu, menggunakan goong, untuk yang di Kalimantan hampir sama. Perbedaannya tidak memiliki terompet yang besar karena alat musik trompet besar di sana tidak ada peninggalannya.
Alat musik tanjidor seperti seperti klarinet, piston, trombon, saksofon tenor dan saksofon bas yang merupakan alat musik tiup, drum (membranofon), simbal (perkusi) serta side drums (tambur). Sementara yang lain ada tambahan dan ada yang dikurangi alat musik yang dimainkan. Di Sumatera ada juga, namun dirinya mengaku kurang begitu mengetahui secara dalam di daerah lain hanya sekilas membaca di media online dan media sosial.
Untuk prestasi yang diperoleh Tanjidor Putra Mayang Sari. “Saya sangat bersyukur sekali dibeberapa kegiatan bisa dilibatkan atau wakil saat event ulang tahun DKI Jakarta, HUT RI ke 76 juga kami tampil di istana negara, perwakilan pertunjukan Magelang Sekolah akademi militer kemudian di Bali dan daerah lainnya, sertifikasi juga dimiliki dari Gubernur,” ucapnya.
Saat ini untuk alat musik tanjidor go internasional masih belum, Sofyan mengatakan tetapi selalu mempunyai mimpi bahwa tanjidor betawi bisa go internasional ke berbagai negara. Untuk kelompok tanjidor yang ada di Jakarta saat ditanya, Ia mengatakan belum mengetahui secara persis tanjidor betawi sudah tampil keliling berbagai negara. Sejauh ini belum akan tetapi kita terus berupaya dalam hal ini pemprov DKI Jakarta mendukung pertunjukan dengan alat musik betawi salah satunya tanjidor untuk go internasional.
Menariknya alat musik tradisional betawi tanjidor bisa dikolaborasikan. Terkait hal itu Sofyan menyatakan beberapa band populer berekala nasional seperti naif, slank, wali.
“Dulu ada band naif kalau gak salah judul lagunya ke monas masuk alat musik tanjidor disitu dan ulang tahunnya slank dan wali yang ditayangkan di tv nasional,” ujarnya. Dalam kolaborasi tentu sebagai masyarakat betawi tetap mempertahankan tradisi memainkan dengan cara khas gaya betawi.
Dirinya berharap ada group band lagi yang mempunyai ide atau pencipta lagu dan di Dalam lagu tersebut terdapat alat musik tradisional betawi tanjidor. Selain group band naif, ada juga musisi bagito mengeluarkan album ada musik tradisional tanjidor. “Kita berupaya siapa tahu punya mimpi bisa go internasional,” ujarnya.
Sanggar Tanjidor. Tantangan yang dihadapi saat ini untuk di sisi pelaku seniman atau kelompok tanjidor banyaknya dibuat suatu wadah untuk bisa tampil untuk mendapatkan sebuah honor sangat disayangkan apabila pelaku seni tanjidor melakukan latihan berkali-kali tampilnya kapan dan memperoleh penghasilan masih. Para seniman tanjidor kesulitan memperoleh sumber mata pencaharian dari hasil tampilnya. Dikhawatirkan mau tidak mau pelaku seni yang mempunyai kebutuhan mencari pekerjaan yang lain.
Beralih menjadi profesi lain karena sumber penghasilannya tidak ada. Sehingga dikhawatir alat musik tanjidor rawan punah. “Saya mengkhawatirkan rawan punah. Hal ini terjadi bukan ada covid – 19 sebelumnya pun juga seperti ini. Sofyan meyakini kalau memang tanjidor sebagai mata pencharian alat musik ini tidak akan punah. Misalkan para seniman tanjidor mendapatkan gaji. Atau bisa mendidik di sekolah sekolah bisa sebagai pengajar alat musik tanjidor.
Sehingga pada nantinya akan memunculkan generasi baru. Permasalahannya adalah bagaimana masyarakat betawi dan indonesia sebagai generasi penerus bisa melestarikan musik tradisional peninggalan portugis. Sebagai contoh dirinya selaku pimpinan dirinya mengaku kesulitan saat ada acara untuk pertunjukan pada saat hari kerja. “Kesulitan mencari personil karena ada yang kerja juga, mengatur waktunya yang berbeda dengan pemain, ada yang kerja sehigga saya kebingungan,” ujar Sofyan.
Sanggar Tanjidor. Sofyan menjelaskan tantangan lainnya tentu mereka para pemain akan berpikir kalau mengandalkan menjadi pemain tanjidor. Tidak ada pencaharian dari situlah proses punah seperti itu. Untuk itu yang dilakukan olehnya dengan merekrut anak – anak sekolah yang memiliki jiwa masih mau untuk belajar tentang musik tanjidor. “Semakin banyak personil apabila ada yang tidak bisa tampil ada peserta yang lainnya, ucap Sofyan.
Cara mempertahankan dan melestarikan alat musik tanjidor. Kata sofyan, pertama mencari pemain atau anak – anak muda generasi penerus yang memiliki kemauan belajar. Dirinya memperkenalkan kelompok tanjidor dengan media sosial seperti YouTube, Instagram nama keduanya sama Tanjidor Cijantung PMSC. Semoga dengan adanya konten tentang tanjidor semoga ada pelaksaan event di pemerintahan, peresmian acara, peresmian gedung, selamatan ulang tahun.
Pesan Sofyan mengajak anak – anak muda, siap untuk memberikan ilmu kepada siapapun, anak – anak bisa belajar tentang bermain alat musik tanjidor. Para calon pemain apabila tertarik belajar, atau sekadar sebagai menambah wawasan dan ingin menjadi seorang seniman
Bisa langsung hubungi kebudayaanbetawi.com.
[baihaki]
Penulis Ahmad Baihaki