Akar Budaya Orang Depok
Penulis : Yahya Andi Saputra
kebudayaan betawi – Akar Budaya Orang Depok. Sepengetahuan saya – mohon maaf jika ternyata keliru – sampai dekade ke-2 abad ke-21, belum ada ahli humaniora atau budayawan yang secara tuntas melakukan penelaahan tentang akar budaya Depok. Disertasi kesejarahan, khususnya sejarah Kota Depok, yang ditulis oleh Tri Wahyuning M. Irsyam, berjudul Berkembang dalam Bayang-bayang Jakarta : Sejarah Depok 1950-an—1990-an (diterbitkan Yayasan Obor), diuraikanbenar-benarsangat apik. Hanya saja saya belum mendapatkan hal-ihwal akar budayanya.
Beberapa mahasiswa menulis karya ilmiah berupa skripsi tentang kebahasaan sudah cukup memadai. Salah satunya skripsi yang ditulis oleh Sandra Dewi, mahasiswa Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) Universitas Indonesia tahun 1997, berjudul Pemetaan Bahasa Betawi di Kotif Depok. Skripsi ini cukup ketil menguarai peta bahasa Betawi di Kotif Depok. Sekali lagi, lantaran fokusnya kebahasaan, maka hal-ihwal akar budaya yang ada di Kota Depok belum terungkap.
Dalam pemahaman saya, di Kota Depok sejak dahulukala telah ditempati oleh etnis besar yaitu Melayu. Varian Melayu yang hidup di Pulau Jawa, Jawa Barat bagian utara dihuni oleh Melayu Betawi. Oleh karena itu, budaya Kota Depok, mengikut kepada induknya, salah satunya yaitu budaya Betawi. Begitulah, orang Betawi mendiami wilayah geografi atau peta bumi Jawa Barat bagian utara.
Wilayah geografi merupakandaerah tempat berdiam suatu suku bangsa. Tempat berdiam itu berbatas dengan tempat berdiam suku bangsa lain yang biasanya dibedakan dengan bahasa pergaulan yang dipergunakannya.
Dimanakah letak wilayah tempat berdiam orang Melayu Betawi? Orang Melayu Betawi berdiam di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Geografinya terletak di antara batas-batas sebagai berikut: sebelah barat Sungai Cisadane, sebelah timur Sungai Citarum, sebelah selatan kaki Gunung Salak, dan sebelah utara Laut Jawa.
Akar Budaya Orang Depok – Jadi wilayah tempat orang Betawi berdiam itu meliputi daerah Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, dan Provinsi Jawa Barat. Perinciannya sebagai berikut : Propinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten (Kabupaten Tangerang, Kotamadya Tangerang, Kota Tangerang Selatan), dan Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bekasi, Kotamadya Bekasi, Kota Depok, sebagian daerah Kabupaten Bogor, beberapa kawasan di Kabupaten Karawang).
Secara administratif orang Betawi ada yang menjadi penduduk DKI Jakarta, penduduk kabupaten Tangerang, penduduk kotamadya Tangerang, penduduk Kota Tangerang Selatan, penduduk kabupaten Bekasi, penduduk kotamadya Bekasi, penduduk kota Depok, penduduk Kabupaten Bogor, dan penduduk beberapa area di Kabupaten Karawang.
Wilayah kebudayaan
Wilayah kebudayaan Betawi meliputi daerah dimana terdapat orang Betawi berdiam. Di wilayah tempatnya berdiam itu mereka bercakap-cakap dalam bahasa Betawi. Melazimkan melakukan tradisi kebetawian secara turun-temurun. Pada wilayah kebudayaan Betawi yang membentang timur-barat dan utara-selatan, diperkaya dengan varian subkebudayaannya. Subkebudayaan itu meliputi:Subwilayah kebudayaan Betawi Pesisir, Sunwilayah kebudayaan Betawi Tengah/Kota, dan Subwilayan kebudayaan Betawi Pinggir/Ora/Udik. Depok masuk subwilayah kebudayaan Betawi Pinggir /Udik/Ora.
Ada yang berpendapat penduduk Betawi itu majemuk. Artinya, mereka berasal dari percampuran darah pelbagai suku bangsa dan bangsa-bangsa asing. Pendapat ini tidak seluruhnya benar, karena penduduk Betawi ada yang berdarah asli. Kemudian, siapakah penduduk asli Betawi itu? Yang pasti penduduk asli Betawi adalah penduduk Nusa Jawa sebagaimana orang Sunda, Jawa, dan Madura. Memang tidak menutup kemungkinan ada percampuran darah dengan bangsa asing, karena perkawinan,di zaman kekuasaan VOC dan Hindia Belanda yaitu tahun 1619-1942. Sedangkan menurut hasil penggalian Ahli Kepurbakalaan, orang Betawi telah mendiami Jakarta dan sekitarnya sejak zaman batu baru yaitu 1500 Sebelum Masehi.
Penduduk asli Betawi adalah penduduk Nusa Jawa. Dahulu kala seluruh penduduk di Nusa Jawa merupakan satu kesatuan budaya. Bahasa, kesenian, dan adat kepercayaan mereka sama. Kemudian mereka menjadi suku bangsa sendiri-sendiri karena berbagai sebab. Sebab pertama munculnya kerajaan-kerajaan di zaman sejarah. Sebab kedua, kedatangan penduduk dari luar Nusa Jawa. Dan sebab ketiga perkembangan kemajuan ekonomi daerah masing-masing.
Penduduk asli Betawi adalah penduduk yang mendiami daerah Jakarta dan sekitarnya sejak zaman dahulu. Sejakberabad-abad daerah Jakarta dan sekitarnya masuk wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan (Salakanagara, Tarumanagara, Sriwijaya, Pakuan Pajajaran), dan kolonial (Belanda dan Jepang). Penduduk asli Betawi adalah rakyat dari kerajaan-kerajaan dan kekuatan penjahanan itu.
Sama sebagaimana induknya, sistem kekerabatan orang Depok berdasarkan atas patrilineal, dengan keluarga batih sebagai kesatuan sosial yang terkecil. Mereka memiliki kebiasaan untuk menetap dalam satu areal dengan kerabat-kerabat yang masih seketurunan dalam satu rumah.
Akar Budaya Orang Depok – Adat menetap nikah sangat tergantung pada perjanjian kedua pihak sebelum pernikahan berlangsung. Ada pengantin baru yang setelah menikah menetap disekitar kediaman kerabat suami begitu pula sebaliknya.
Pada umumnya, rumah dari keluarga dekat berada dalam satu wilayah yang sangat dekat. Karena pada umumnya masyarakat Depok memiliki tanah yang luas, sehingga biasanya sebuah keluarga dekat akan tinggal dalam satu rumah. Bahkan ada tradisi menguburkan ari-ari bayi di dekat dapur rumah supaya seorang anak malas keluar rumah dan lebih menyukai untuk membuka usaha di rumah.
Ini menunjukkan bahwa masyarakat Depok memiliki rasa kekeluargaan yang sangat erat. Ini juga yang menyebabkan suatu tradisi yang dianut suatu komunitas sulit hilang dari komunitas tersebut. Yaitu karena hubungan kekerabatan yang dekat pada suatu komunitas dalam wilayah yang sempit.
Pada sistem kemasyarakatan orang Depok terdapat pelapisan sosial diantara anggota-anggota masyarakat. Pada masa lalu penggolongan jabatan dan kedudukan masyarakat terdiri dari yang paling atas yakni pemerintah penjajahan Belanda, kemudian lapisan pegawai pemerintahan antara lain Pencalong (penguasa suatu wilayah), Mandor (penguasa suatu lingkungan tertentu), Merinyu (pembantu Mandor dalam keseharian), Juragan (pemilik harta benda melimpah yang disewakan kepada masyarakat), Kemetir (pemungut pajak atas pohon-pohon yang ditebang), budak (dimerdekakan). Sistem pelapisan sosial tersebut pada saat ini telah mengalami pergeseran nilai.
Akar Budaya Orang Depok – Dahulu masyarakat Depok kurang menghormati pejabat (orang pangkat). Masyarakat lebih menghormati orang yang banyak memberikan kontribusi pada masyarakat seperti tokoh mayarakat, guru, orang yang bekerja dan memberi nafkah.
Mayarakat Depok juga segan kepada jagoan karena para jagoan tersebut memiliki ilmu dan kekuatan. Namun masyarakat Betawi lebih hormat kepada Jagoan Alim yang menggunakan tenaganya untuk membantu masyarakat.
Posisi yang paling dihormati adalah Muallim yang mendidik, mengayom, melindungi dan mengajarkan kebaikan pada masyarakat. Bahkan jagoan juga tunduk dan meminta doa pada mualim. Pada realitasnya, keberadaan muallim lebih dipercaya, dihormati dan dipatuhi oleh mayarakat daripada Orang Pangkat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayarakat Depok labih mengharagai orang yang bekerja keras dan berbuat banyak kebaikan kepada masyarakat daripada orang yang berpangkat tinggi. Hal ini sesuai dengan nilai-nilai yang dicontohkan di banyak cerita rakyat yaitu membela kebenaran dan keadilan namun selalu rendah hati dan menolong sesama.
Akar Budaya Orang Depok – Secara umum mata pencaharian penduduk Depok adalah sebagai petani, pedagang, buruh dan pegawai swasta atau pemerintah. Tindakan ekonomi dilakukan masyarakat untuk mempertahankan kehidupan dan eksistensi dirinnya. Untuk mendapatkan pengakuan dan status sosial dan sebagai bagian dari naluri untuk mengelola alam.
Namun meskipun tujuannya adalah untuk mencapai kemakmuran, ada nilai-nilai yang selalu dijunjung oleh masyarakat Betawi dalam melaksanakan kegiatan ekonomi. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
# Jujur. Dalam artian tidak mencurangi pelanggan.
# Terbuka. Tidak melanggar hukum atau mencari nafkah dari pekerjaan yang mudharat. Juga tidak mencuri
# Tenggang rasa. Tidak menjahati atau mencurangi orang lain yang mencari nafkah di bidang yang sama.
# Kerja keras dan cekatan (sebet).
# Efisien. Sehingga pada umumnya masyarakat Depok mencari nafkah dirumahnya sendiri atau di lokasi dekat rumah supaya biaya transportasi tidak boros.
# Kekeluargaan. Meskipun tidak selalu, namun pada umumnya usaha yang dijalani masyarakat Depok adalah usaha turun temurun.
Subur dan Strategis
Depok adalah kawasan yang subur. Apa saja yang ditanam tumbuh subur. Dari Cinere sampai Cilangkap tumbuh subur tanaman karet, padi, kopi, teh, dan lain sebagainya. Setidaknya informasi itulah yang kita dapat dari buku yang ditulis G. de Beus, Ambtenaar Ned. Ind. Spoorweg-Mij., Plaatselijk Woordenboek van Java en Madoera, Bevattende Apphabetische Naamlijst van de Voornaamste Plaatsen en van alle Landbouwondernemingen op Java en Madoera, met Gegevens Betreffende den Post-, Telegraaf-en Telefoondienst, Ligging ten Opzichte van Spoor en Tramwegen, Logeergelegenheden, Vervoermiddelen, enz. (1e Uitgave, Amsterdam : Uitgever J. H. de Bussy, 1912).
Sejak masa kekuasaan Tarumanagara, rakyat sudah mengenal persawahan menetap. Di zaman Tarumanagara kesenian mulai berkembang. Petani membuat orang-orangan sawah untuk mengusir wabah penyakit pertanian (wereng, burung, tikus, kiong). Orang-orangan sawah ini diberi berbaju dan bertopi. Petani Betawi menyanyikan lagu sambil menggerak-gerakkan tangan orang-orangan sawah itu. Lagunya:
Ja lolo ja
Ja eman tok
Jika panen tiba petani bergembira. Diselenggarakan sedekah bumi (baritan). Sawah subur karena Dewi Sri menyayangi mereka. Dewi Sri adalah dewi kemakmuran. Penduduk mempersembahkan berbagai sajian, memotong hewan kebo, dan mengarak Barungan yang kemudian lebih populer dinamakan Ondel-Ondel untuk menyatakan kegembiraannya. Mengarak Ondel-Ondel dengan membunyikan musik iringan Ondel-Ondel.
Pada masa kolonial, beberapa kawasan di Depok, seperti Pondok Cina, Mampang, Sawangan, Cilodong, Cimanggis, Cinare, Cilangkap, dan lain-lain, dikuasai oleh tuan tanah. Seperti umumnya daerah yang dikangkangi tuan tanah, maka kehidupan rakyat sangat menderita.
Sebagaimana disinggung di atas, bahwa masa lalu masyarakat Depok kurang menghormati pejabat (orang pangkat-pangkat), mengemuka pasa zaman tuan tanah. Kebijaksanaannnya yang tidak berpihak kepada rakyat, terutama dalam hal menetapkan belasting atau pajeg, menbuat rakyat terjepit kehidupan ekonominya. Maka muncullah perlawanan-perlawanan sporadis. Meski perlawanan itu selalu dapat ditumpas oleh tuan tanah yang didukung pemerintah kolonial. Pemberontakan petani yang dipimpin Rama Ratujaya salah satu contohnya.
Kesenian
Masa-masa berikutnya – kendati masih dikekang kolonila – ekspresi seni mengemuka dengan lebih meriah lagi, karena bermunculan jenis kenian lainnya seperti topeng, rancag, wayang kulit, tanjidor, lenong, rebana biang, dan sebagainya. Seperti diketahui, letak Kota Depok diapit oleh Kota Jakarta dan Kabupaten Bogor, hal ini menyebabkan di samping kesenian Betawi yang dominan, kesenian Sunda pun berperan besar dalam perkembangan tradisi kesenian di Kota Depok yang mengakibatkan sebagian masyarakat Depok berkesenian Betawi dan Sunda. Itu pula sebabnya kesenian Topeng Betawi, Topeng Blantek, Wayang Kulit Betawi, Tanjidor, Silat (Maen Pukulan), dan Rebana Biang, mendapatkan pengruh kesenian Sunda cukup besar.
Akar Budaya Orang Depok – Bagi saya, Kota Depok sangat besar pengaruhnya dalam kesenian Betawi. Topeng Cisalak (Topeng Kinang Putra Cisalak) dan Gamelan Ajeng Gong Si Bolong mempunyai andil cukup besar dalam blantika kesenian Betawi. Topeng Cisalak dan Gong Si Bolong sudah menjadi ikon Kota Depok dan itu suatu keberkahan yang luar biasa. Patut disyukuri.
Hanya kemudian, apakah kesenian gamelan ajeng dan Gong Si Bolong masih dapat hidup atau dihidupkan oleh senimannya? Maka bagian ini menjadi konsen pemangku kepentingan dan seluruh masyarakat di Kota Depok.
Masyarakat Depok cukup banyak keragamannya, kota, pinggiran, Islam, non Islam, rakyat jelata, gedongan, dan sebagainya, yang betapapun bercorak ragam pengaruh yang mewarnainya, mereka terikat kepada indentitas kultur Betawi. Atas dasar indentitas yang sama sikap lapang dada amat diperlukan dalam rangka menyelamatkan pusaka bersama yakni peradaban Betawi yang memerlukan kerja samapelbagai pihak.
Penutup
Sistem Nilai Masyarakat Depok sebagaimana masyarakat Betawi, terbentuk dari percampuran berbagai nilai dari berbgai kelompok etnik yang sejak zaman dahulu bermukim, sehingga masyarakat Depok memiliki sistem nilai, pranata, dan tradisi yang merupakan hasil akulturasi dari berbagai nilai budaya yang membentuknya.Masyarakat Depok, sebagaimana masyarakat Betawi adalah masyarakat yang bersifat terbuka, egaliter, dan agamis, di mana sistem nilai budaya, pranata, dan tradisi yang berkembang dalam masyarakat merupakan perwujudan atau diturunkan dari nilai-nilai dalam agama, khususnya agama Islam.
Karena merupakan hasil akultarasi dari beragam kebudayaan, maka sistem nilai, pranata, dan tradisi-tradisi budaya yang dimilikinya menjadi sangat khas dan unik, terutama yang berkaitan dengan unsur kebudayaan bahasa, sistem religi (agama) dan kesenian.
Kota Depok adalah wilayah yang terbuka bagi para pendatang dengan berbagai kepentingan, baik bagi warga negara Indonesia yang berasal dari berbagai daerah maupun bagi warga negara asing dari berbagai negara, yang berdampak pada terjadinya proses perubahan sosial dan budaya yang amat cepat pada masyarakat, sudah pada masyarakat Depok.Selain proses akulturasi budaya, proses modernisasi dan globalisasi juga telah memicu perubahan yang demikian cepat, yang tentu membawa dampak bagi penduduknya.
Nilai-nilai budaya budaya yang baik dan relevan dengan kondisi masyarakat masa sekarang, seperti nilai-nilai kejujuran, kekeluargaan, keterbukaan, kebersamaan, kepatuhan terhadap norma agama, kesopanan atau kesusilaan, kepedulian terhadap alam dan lingkungan hidup, antikorupsi, dan sebagainya, sebaiknya diaktualisasikan kembali pada masa sekarang dan masa mendatang dengan cara menghidupkan kembali tradisi-tradisi yang ada (atau bila mungkin, menghidupkan tradisi yang sudah punah).
Wallahu’alam!