Rumah dalam Tradisi Betawi
Yahya Andi Saputra
Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi
kebudayaan betawi – Rumah dalam Tradisi Betawi Dalam masyarakat Betawi sebagaimana telah diurai di atas, tersimpan rasam (tradisi) bagaimana membelakukan lingkugan dengan arif. Ada rasa saling mengasihi, saling mengormati dan saling membutuhkan antara manusia dengan lingkungan tempat tinggalnya. Jalinan itu melahirkan tatanan alam berkeseseimbangan.
Tetua kampung memberikan arahan bagaimana mendirikan rumah. Disarankan lokasi tempat mendirikan rumah pada tanah yang posisinya lebih tinggi. Dengan membangun rumah pada posisi itu, memudahkan pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah rumah tangga. Masyarakat Betawi pinggir yang agraris membuat rumah di tengah kebun. Di belakang rumah dibuat tempat pembungan air yang mengalir dari kamar mandi. Jarak tempat pembuanag cukup jauh dari sumur. Lokasi jamban lebih jauh lagi. Dijamin aman dari kemungkinan peresapan air kotor ke sumur. Rumah-rumah yang berhadapan dengan jalan raya membuat saluran pembuangan air diarahakan ke got di pinggir jalan. Got itu mengalirkan air ke tempat pembuangan.
Rumah dalam Tradisi Betawi. Di halaman rumah sebelah kanan atau kiri dibuat tabunan. Tabunan dibuat di atas tanah berukuran 120 cm x 120 cm dengan kedalaman 40 sampai 60 cm. Tabunan berfungsi sebagai tempat menampung sampah, baik sampah rumah tangga maupun aram (sampah dedaunan kering yang gugur) berserakan di sekitar rumah. Ibu rumah tangga atau anak gadisnya biasa membersihkan atau menyapu halaman dua kali sehari, pagi dan sore. Sampah-sampah itu akan ditampung di tabunan. Jika tabunan sudah penuh, maka sampah yang ada di dalamnya dibakar. Pembakaran sampah ini disebut nabun. Hasil nabun dikumpulkan dan dijadikan penggemuk atau kompos.