Kebudayaan betawi.com – Acare Negor dalam Tradisi Betawi. Sehari setelah akad nikah, Tuan Penganten diperbolehkan nginep di rumah None Penganten. Meskipun nginep, Tuan Penganten tidak diperbolehkan untuk kumpul sebagaimana layaknya suami – istri. None Penganten harus mampu mempertahankan kesuciannya selama mungkin. Bahkan untuk melayani berbicarapun, None Penganten harus bisa menjaga gengsi dan jual mahal. Meski begitu kewajibannya sebagai istri harus dijalankan dengan baik seperti melayani suami untuk makan, minum, dan menyiapkan perlengkapan mandi.
Dengan strategi diam itu (sesuai dengan pepatah diam adalah emas), tidak ada pilihan lain bagi Tuan Raje Mude untuk berusaha keras membujuk dan merayu agar istrinya menerima. Bujuk rayu Tuan Raje Mude biasanya tidak hanya dengan ungkapan kata-kata indah, tetapi juga dengan memberi uang tegor. Uang tegor ini tidak diberikan secara langsung tapi diselipkan atau diletakkan di bawah taplak meja atau di bawah tatakan gelas. Dengan uang tegor ini pun tidak membuat hati None Penganten mencair, karena mungkin uang tegornya masih relatif kecil. Tuan Raje Mude tentu saja memahami apa yang dikehendaki None Penganten, maka uang tegornya ditambah yang dari hari ke hari semakin besar jumlahnya.
Acare negor ini bisa berlangsung berhari-hari, sampai None Penganten bersedia diajak masuk kamar. Dalam acare negor ini ada kebiasaan yang disebut nganten-ngantenan. Nganten-ngantenan ini dilakukan sehari setelah pernikahan. Sore hari Tuan Raje Mude datang ke rumah None Penganten dengan membawa kiras, yaitu tiga liter beras dibungkus dengan pelepah batang pisang. Bungkusan kiras itu berbentuk botol yang diikat pada ujungnya. Sisa tali pada ujung kiras tidak dipotong dan digunakan untuk mengikat seekor ayam jago.
Setiba di depan rumah None Penganten, Tuan Raje Mude mencekik leher ayam jago sampai berkeok-keok. Rupanya suara ayam jago berkeok-keok itu sebagai tanda bahwa ada tamu khusus bagi None Penganten yaitu Tuan Raje Mude. Tentu saja None Penganten keluar menyambut kedatangan Tuan Raje Mude dan mempersilah-kannya masuk. Kiras dan ayam jago diterima dan dibawa kebelakang/ dapur.
None Penganten tidak melayani ngobrol. Tuan Raje Mude ngobrol ditemani mertua laki-laki atau anggota keluarga lelaki lainnya. None Penganten berada di dapur memotong atau mengolah ayam jago dan memasak beras yang dibawa Tuan Raje Mude.
None Penganten menyiapkan makan malam untuk Tuan Raje Mude. Setelah siap None Penganten mempersilahkan dan menemani Tuan Raje Mude makan. Meski menemani makan, None Penganten tidak mau diajak berbicara sedikitpun. Pada saat itu Tuan Raje Mude merogoh kantongnya dan memberikan uang tegor untuk mengajak None Penganten ngobrol. Kejadian ini berlangsung berhari-hari sebelum Tuan Raje Mude mampu menaklukkan None Penganten.
Dalam nganten-ngantenan itu, None Penganten diibaratkan sedang marah. Disebut juga maen marah-marahan. Walaupun Tuan Raje Mude dilayani makan minumnya namun tidak mau diajak bicara. Hikmah yang diharapkan dari episode ini adalah bagaimana melatih kesabaran seorang lelaki selama menjalani hidup berumah tangga di kemudian hari.
Selama marah-marahan ini berlangsung, di beranda rumah biasanya berkumpul beberapa pemuda dan beberapa orang tua dari keluarga None Penganten, menunggu kelanjutan pergaulan pasangan penganten baru itu. Di antara pemuda itu ada juga yang secara iseng mengintip kelakuan pasangan itu di ruang makan. Kadang-kadang ada yang memberi komentar ketika melihat uang tegor disodorkan : “Kurang tuh! Tambain dong… entar die mao deh diajak ngobrol. Kalu sedikit sih, ogah amat!”
Akhirnya suatu saat setelah Tuan Raje Mude selesai makan dan rasanya sudah cukup lama tidak diajak bicara, dan upaya melucu dan bercerita tidak mampu menggugah None Penganten, maka Tuan Raje Mude mengeluarkan seluruh isi kantongnya dari uang recehan sampai ribuan dan diletakkan di bawah taplak meja. Setelah itu dia pergi ke beranda menunggu reaksi None Penganten. Di beranda Tuan Raje Mude ngobrol dengan keluarga None Penganten. Teman-teman ngobrol Tuan Raje Mude ini memang sudah dipersiapkan yang gunanya untuk menghibur Tuan Raje Mude karena berhari-hari didiamkan oleh None Penganten. Obrolan ini kadang-kadang sampai larut malam. Maklum None Penganten masih merasa risi dan malu-malu tapi sebenarnya sudah ngebet.
Melihat Tuan Raje Mude mengeluarkan seluruh isi kantongnya (mungkin memang hanya itu yang dipersiapkan), None Penganten menghitung jumlah uang itu. Uang itu disebut juga uang sembe negor. Selesai menghitung uang, None Penganten masuk kamar. Ketika malam kian larut, kire-kire ude jem 12 malem, None Penganten mengutus salah seorang saudaranya untuk memanggil dan menyuruh masuk Tuan Raje Mude.
Mendengar itu, semua yang ngobrol dengan Tuan Raje Mude memaklumi. Satu persatu angkat kaki dan pamitan. Obrolan bubar. Tinggal Tuan Raje Mude sendirian di beranda. Malem makin larut. Ude pukul 12 lebih 10 menit. Perlahan Tuan Raje Mude masuk ke dalam rumah. Sedikit ragu namun kelihatan gembira, Tuan Raje Mude memandangi pintu kamar penganten. Tercium harum parfum dari kamar itu. Dengan perlahan dibuka pintu kamar. Di atas tempat tidur dengan alas seprei putih tergolek None Mantu dengan pakaian tidur agak transparan. Tuan Raje Mude memberi salam sambil senyum manis. Sambil menjawab salam, None Penganten membetulkan dasternya yang tersingkap sehingga betisnya terlihat putih bercahya. Tuan Raje Mude terkesiap atinye. Napasnye turun-naek.