Pengantar
Ahlan wasahlan syahri Ramadan.
Bulan puasa ini, laman kebudayaanbetawi.com menurunkan artikel berseri hal-ihwal atau sisik melik puasa dalam masyarakat Betawi. Artikel ini ditulis Yahya Andi Saputra, Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Bidang Penelitian dan Pengembangan. Semoga tulisan ini (ditulis dengan gaya bercerita) bermanfaat bagi pembaca dan peminat masala-masalah kebetawian lainnya. Mai kita menyambut buan suci Ramadan dengan girang. Dengan girang saja, Allah jamin haram jasad kita disentuh api neraka. Semoga ibadah puasa kita menjadi ibadah yang berdampak pada kehidupan sosial sehari-hari. Dampak wata’awanu ‘alal birri wattaqwa dan ketakwaan sosial yang nyata.
Salamat puasa. Raih predikat takwa.
MEROWAHAN DAN MALEM GANTI BUKU
Jadi anak-anak itu kapan aja, di mana aja, ngapain aja, apa aja enggak berenti dari girang. Terutama kalo pas ada kegiatan kupul-kumpul dan rame-rame, baik yang terait ama peristiwa nasional (tujuhbelasan, hut kota, dan lain sebagainya), terkait daur hidup (sunatan, kawinan, nujubulan, kaulan, dan laen-len), apelagi yang berbau keagamaan (muludan, lebaran, dan sebagainya).
Saye inget kalo ude masuk bulan Rowah (Sya’ban), itu tanda-tanda akan ada masa-masa maen yang panjang. Sebab bulan depan, yaitu bulan puasa, sekolah bakalan pere sebulan setengah. sekolah libur dari mulain puasa ampe 15 hari lebaran (bulan Syawal).
Selaen itu, ampir saban malem di bulan Rowah, selalu ada yang merowahan (kegiatan membaca Surah Yasin, zikir, tahlil, tahmid, dan membaca doa-doa atau secara umum disebu tahlilan). Merowahan atau arwahan sebenarnya bermunajat kepada Allah dan menodakan arwah uyut, baba tua, nyak tua, enyak, babe, dan sanak beraya yang sudah meninggal dunia agar segala salah, khilaf, dan dosa-dosanya diampuni. Alam kuburnya dijadikan seperti taman dai taman surga.
Kelar merowahan biasanya ada pengetean atau konsumsi berupa aneka kue (unti, ketimus, lontong, ongol-ongol, ond-onde, tahu ciputat/tahu seksa, dan lain-lain) dan buah-buahan (pisang raja/ambon, jeruk, salak, duku). Dan yang paling ditunggu adalah berkat, yaitu nasi putih dilengkapi lauk-pauk (semur kebo, acar kuning, pesmol, gule buncis, emping) yang dibungkus dengan daun pisang batu. Varian lain dari berkat adalah nasi uduk lengkap dengan lauk-pauknya. Dahulu berkat dibungkus dengan daun jati. Di rumah berkat ini kita makan bersama. Duuuhhh… gurihnya. Inilah kenikmatan dan kegirangan yang enggak terlupakan.
Di bulan Rowah ini ada satu kegiatan masal yang dilaksanakan persis tanggal 15. Malam tanggal 15 ini disebut Malem Nispu dan kegiatannya disebut Sembayang Nispu. Sebutan lain untuk kegiatan ini adalah Malem Tutup Buku dan Malem Ganti Buku. Disebut Sembayang Nispu tapi sebenarnya pada pelaksanaannya bukanlah sembahyang atau shalat, sebagaimana shalah wajib atau sunnah. Pada kegiatan Sembayang Nispu hanya membaca Surah Yasin. Meski dapat dilakukan sendiri-sendiri, tetapi pada umumnya secara berjama’ah di masjid, langgar, atau tempat-tempat yang dapat menampung banyak peserta.
Kesibukan menyambut Sembayang Nispu sudah terasa sejak pagi. Soalnya kaum emak-emak sudah sibuk menyiapkan masakan aneka makanan. Saya terkadang diminta membantu ngadonin bahan kue unti, ketimus, sumping lambuk, atawa lontong. Enyak juga sering bikin nasi uduk. Semua makanan itu diantarkan ke langgar untuk disuguhkan kepada jamaah setelah shalat isya. Makanan inilah yang membuat anak-anak girang dan menanti-nanti dengan degdegan saat dihidangkan dan makan bersama.
Waktu kecil saya teratur mengikuti Sembayang Nispu di Mushalla Alfurqon yang dipimpin Baba Aji Minan. Almarhum Baba Aji Minan (Allah yarham) ini seorang tokoh masyarakat yang disegani dan dihormati. Beliau banyak menimba ilmu kepada Habib Ali Alhabsyi Kwitang dan mendirikan langgar tahun 1940-an. Sejak kecil (mungkin lima tahunan) kepada Baba Aji Minan inilah saya belajar ngaji, sampai saya mengeti hukum tajwid dan semua tatacara peribadatan wajib dan sunnah lainnya. Seingat saya, kawan sebaya pun (ada Basir, Gepeng/Muhammad, Romlih, Surya, Nurhadi, Mursid, Munirih/abang sepupu, Aman, dan lainnya lupa) adalah murid yang rutin ngaji abis subuh. Pada 1967 Baba Aji Minan mendirikan lembaga pendidikan Islam, yaitu Madrasah Ibtidaiyah Alhurriyah. Bangunan sekolah baru dua lokal dengan lantai tanah dan dinding gedeg. Saya bersekolah di madrasah ini lalu melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Nurussa’adatain dan Madrasah Aliyah Nurussa’adatin, Pasar Jumat, Jakarta Selatan.
Kembali ke soal Sembayang Nispu. Kegiatan ini diselenggarakan setelah sembahyang maghrib. Sudah disinggung di muka, Sembayang Nispu hanyalah pembacaan Surah Yasin. Pembacaan Surah Yasin ini dilakukan tiga kali. Baba Aji Minan dan beberap orang tua (ada H. Ican/Ihsan, babe saye/H. Rahmat, H. Daam/Abdurraham, H. Saenan, H. Jaya, H. Omas, H. Salim,da lain-lain) besile di depan menjadi pusat kegiatan dan jamaah lainnya (sekitar 100-an) duduk melingkar. Tradisi Sembayang Nispu di kampunga saye (Gandaria Selatan dan Terogong Cilandak), semua jamaah membawa air dalam beraneka wadah dan di letakkan di tengah lingkaran. Menurut keyakinan orang Betawi, air yang sudah dibacakan Surah Yasin tiga kali pada malem nisfu, berkhasiat menolak bala dan menyembuhkan berbagai penyakit. Wallahu ‘alam.
Baba Aji Minan memegang sombok (pelantang) dan terlebih dahulu menjelaskan (dengan mengutip hadis) apa makna Sembayang Nispu bagi orang Islam. Diuraikan bahwa membaca Surah Yasin tiga kali itu memiliki tiga permohonan. Setelah pembacaan Yasin, ditutup dengan doa. Pada pmbacaan Yasin pertama, kita memoho panjang umur dalam takwa dan istikamah untu berhamba kepada Allah. Pembacaan kedua, memohon diluaskan rezeki yang halal dan banyak untuk beribadah kepada Allah. Pembacaan Yasin ketiga, memohon kepada Allah ditetapkannya iman islam dan mati dalam husnul khatimah.
Selesai membaca Surah Yasin tiga kali dilanjutkan dengan tahlilan. Nah, pas tahlilan inilah jamaah (ini sih di kampung saya ya…) melemparkan duit selawat ke tengah-tengah lingkaran. Merbot dan dan remaja musholla mengumpulkan duit selawat itu. Duit ini sebagian diserahkan kepada Baba Aji Minan dan sebagian untuk persiapan buka puasa bersama di bulan puasa.
Setelah tahlilan selesai, masuk waktu shalat Isya. Setelah shalat Isya, nah… inilah waktu yang amat ditunggu oleh anak-anak. Apakah gerangan yang ditunggu itu…? Enggak laen melaenkan keluarnya aneka makanan. Inilah saatnya bagi anak-anak makan sepuasnya apa saja yang dihidangkan. Begitulah girangnya anak Betawi (Yahya Andi Saputra).