CERITA PUASA ANAK BETAWI
Pengantar
Ahlan wasahlan syahri Ramadan.
Bulan puasa ini, laman www.kebudayaanbetawi.com menurunkan artikel berseri hal-ihwal atau sisik melik puasa dalam masyarakat Betawi. Artikel ini ditulis Yahya Andi Saputra, Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Bidang Penelitian dan Pengembangan. Semoga tulisan ini (ditulis dengan gaya bercerita) bermanfaat bagi pembaca dan peminat masalah-masalah kebetawian lainnya. Mari kita menyambut bulan suci Ramadan dengan girang. Dengan girang saja, Allah jamin haram jasad kita disentuh api neraka. Semoga ibadah puasa kita menjadi ibadah yang berdampak pada kehidupan sosial sehari-hari. Dampak wata’awanu ‘alal birri wattaqwa dan ketakwaan sosial yang nyata.
Salamat puasa. Raih predikat takwa.
CUKURAN
Saya tidak ingat berapa kali dalam setahun cukuran atau guntingan alias pangkas. Sekali tempo Babe bilang “tu rambut ude nutupin kuping, sono cukuran”. Artinya jika rambut sudah menutupi telinga, harus segera dipotong atau dicukur. Cukuran asal katanya cukur yaitu memotong atau membersihkan rambut dengan pisau cukur. Guntingan asal katanya gunting yaitu perkakas untuk memotong kain, rambut dan sebagainya. Bagi orang Betawi, memotong dan membersihkan rambut disebut cukuran dan guntingan. Jika orang Betawi berkata “mao cukuran” atau “mao guntingan”, jelas itu artinya mau pergi ke tukang cukur (sekarang barber shop dan salon kecantikan) untuk memotong dan membersihkan rambut.
Saya ingat justru pada bulan puasa dan lima atau tiga hari menjelang lebaran, saya digiring ke tukang cukur. Waktu itu di kampung hanya ada dua tukang cukur, Bang Ozali (Gozali) dan Bang Nuh (H. M. Nuh). Keduanya sudah wafat. Generasi terkemudian ada Bang Kabun. Sayangnya Bang Kabun ini agak kurang sehat secara mental, sehingga orang kuatir jika cukuran kepadanya. Di Gandaria Kebon Besar ada juga antara lain, Wa Muin dan Bang Nasa. Tapi saya tidak pernah diajak cukuran kepada beliau.
Sering juga ditemui tukang cukur keliling. Lebih sering ditemui pertengahan bulan puasa. Sayangnya saya tidak menanyakan asalnya. Tapi umumnya kita menyebut tukang cukur keliling sebagai akang karena orang Sunda. Mungkin berasal dari Garut, Jawa Barat. Tetapi sebenarnya kita menyebut atau memanggil semua orang Sunda dengan panggilan hormat, akang. Apakah tukang sol, tukang kredit, dan tukang-tukang lainnya). Ada seorang tukang cukur keliling yang menjadi langganan Babe.
Saya juga tidak pernah bertanya dari mana Bang Ozali dan Bang Nu belajar keahlian gunting atau pangkas rambut. Saya lebih sering guntingan atau cukuran kepada Bang Ozali. Pertama, karena masih famili (sebenarnya beliau adalah sepupu saya. Pok Fatimah, bini Bang Ozali, anak Nyak Haji Hawa. Nyak Haji Hawa, lengkapnya Siti Hawa adalah empok Enyak saye); kedua, Bang Ozali tangannye adem. Perihal tangan adem ini sebenarnya hanya sugesti belaka. Kok sugesti? Iya, karena saya merasakan Bang Ozali lebih sabar, tangannya lembut, dan peralatannya bersih. Oleh karena itu kita enggak takut tersayat, terutama ketika tahap penyelesaian ngetet atau ngerok cambang dan bagian sekitar kepala menggunakan piso lipet.
Bang Ozali buka praktek cukur di rumah dan di pangkalan. Di rumah biasanya hari Jumat. Bang Ozali mangkal di Jalan Fatmawati (sebelah kiri Gang Cerme, saat ini tepatnya sejajar dengan Restoran Rempah). Beberapa perlengkapan tukang cukur antara lain : guntig kodok, gunting biasa, piso lipet, alas rambut, sisir, kuas sabun, sabun, handuk kecil, sikat halus untuk kepla/rambut, kulit asahan piso, kaca, dan kursi. Kalau tukang cukur keliling membawa kursi lipet. Semua alat itu dioperasikan secara manual. Tidak ada alat yang menggunakan listrik atau alat cukur elektronik. Dan memang dicukur menggunakan gunting kodok menimbulkan sensasi tersendiri karena suaranya yang khas. Sangat jelas suara itu di kuping kita “cekrik, cekrik, cekrik”. Deru suaranya akan lebih keras jika sudah pudul (tumpul) dan sakit karena terlalu ditekan.
Saya tidak ingat model-model cukuran atau gaya rambut yang umum pada masa itu. Sebagai anak-anak saya hanya mengikuti apa yang diminta Babe. Anak balita biasanya model tinggal jambul (pernah jadi model atau potongan rambut pamain bola asal Brasil, Ronaldo, jambul di ubun-ubun) dan botak plontos. Ada juga model cepak dan model stik. Model cepak sebagaimana cukuran model taruna angkatan bersenjata. Model stik adalah merapikan dan menipiskan rambut pada kepala bagian bawah (tipis di kepala bagian bawah dan semakin tebal pada bagian atas sampai ke batas jidat, kening). Ada juga potongan atau model batok, tetapi kurang disukai. Ketika remaja saya suka memperhatikan pemuda meniru gaya rambut artis dalam dan luar negeri. Ada yang model belah tengah, belah kiri siak kanan, belah kanan siak kiri, atau jambul elvis.
Saya tidak tahu atau tepatnya tidak ingat berapa duit Bang Ozali membandrol bayaran atas jasanya. Konon menurut ingatan Bang Kojom (nama sebenarnya Hasan dan kebetulan sedang nenamu di rumah saya), ongkos cukuran di tahun 1970-an antara lima sampai 15 perak. Tradisi bandrol jasa atau ongkos cukuran (dibedakan anatar anak-anak dan dewasa) baru dipajang ketika akang tukang cukur dari Garut buka kios cukur. Karena sepupu, saya tahu Bang Ozali punya anak tujuh orang dan semua anaknya sekolah, maka saya asumsikan agaknya cukup lumayan penghasilannya sebagai tukang cukur.
Ketika sudah masuk sekolah menengah atas, dan Bang Ozali sudah wafat, saya enggak ngedapetin tukang cukur tangan adem. Sudah tidak punya langganan tukang cukur. Jika mau cukuran saya keliling mencari kios Pangkas Rambut dengan tukang cukur asal Garut. Di kios cukur rambut ini, kalo cukuran kita dapet bonus pijet kepala. Kita lenggutan merem melek. Ente pernah ngerasain lenggutan karena kepala dipegang akang dari Garut…? (Yahya Andi Saputra).