kebudayaan betawi – Sastra daerah yang seharusnya dikenal, disenangi, dan dikembangkan pada gilirannya menjadi barang langka dan aneh di mata masyarakatnya. Mereka lebih akrab dengan sastra dunia (internasional atau budaya modern pada umumnya) tinimbang dengan milik leluhurnya. Tentu mereka tidak dapat disalahkan sepenuhnya karena pada kenyataannya memang belum ada lembaga yang secara serius dan getol menangani pensosialisasian sastradaerah. Dalam kaitan ini khusus pada sastra daerah masyarakat Betawi.
Sosialisasi sastra daerah atau literasi daerah pada umumnya harus diselenggarakan secara rutin. Sasaran utamanya generasi muda. Generasi muda harus terlebih dahulu tahu dan faham apa yang dimaksud dengan sastradaerah yang sebenarnya memiliki keunikan dan keindahan. Setelah itu barulah akan timbul rasa memiliki dan menyukainya. Kegiatan Munsi dapat dijadikan ajang pengenalan dan penguatan sastra daerah bagi sastrawan daerah yang mengemban amanat daerah masing-masing untuk berinteraksi dengan khalayak nasional dan internasional.
Sastra Daerah Betawi, sebagai bagian dari sastra Indonesia,sudah tumbuh dan eksis sejak lama. Bentuknya tulis dan lisan. Sastra tulis Betawi baik yang modern maupun yang berasal dari masa lalu, nampaknya belum sempat dicatat dan dianalisis secara sungguh-sungguh. Terlebih-lebih sastra lisannya. Secara umum, sastra lisan Betawi dapat digolong-golongkan menjadi tiga kelompok. Buleng, yaitu cerita yang disampaikan dalam bentuk pantun; Sahibul Hikayat, yaitu cerita yang disampaikan dalam bentuk prosa; dan Rancak, yaitu cerita yang disampaikan dalam bentuk pantun berkait.
Disadari atau tidak, masyarakat Betawi akan menempatkan kesusastraannya di dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang didendangkan dan dikisahkan, ada pula yang dibacakan. Yang didendangkan dan dikisahkan, biasanya diambil dari kekayaan khazanah sastra lisan. Sedangkan yang dibacakan, diambil dari sastra tulis. Syair dalam permainan anak-anak yang sering dilantunkan anak-anak di surau atau tempat permainan, sebenarnya termasuk juga khazanah kesusastraan.
Tegasnya, sastra Betawi hidup, karena ada masyarakat yang mendukungnya. Ada pengarang yang menulis karya sastra. Ada pula tukang cerita yang mendendangkan atau menceritakan hikayat-hikayat. Merekalah pencipta atau penghasil karya sastra. Mereka pula yang menyebarluaskannya. Selanjutnya, karya sastra yang dihasilkan sastrawan itu, dibaca orang. Tanpa pembaca, karya itu tidak akan ada artinya apa-apa. Maka, kesusastraan itu akan hidup kalau ada pengarang dan pembaca, kalau ada tukang cerita dan yang mendengarkan cerita itu.
Sastra Kebaharian
Secara geografis dan antropologis, terdapat tiga karakter masyarakat Betawi, yaitu pesisir, tengah, dan pinggir. Karakter masyarakat Betawi pesisir adalah kebaharian atau kelautan. Tulisan ini mencoba melihat kebaharian dalam karya sastra Betawi.
Pesisir, air atau laut pada umumnya, menjadi salah satu pilihan tema bagi sastrawan Betawi untuk mengekspresikan etika dan estetikanya. Oleh sebab itu pada tulisan ini saya pakai kata sastra kebaharian yang dimaksudkan adalah sastra yang mengangkat tema-tema bahari, laut, pesisir atau hal-hal yang berkaitan erat dengan dunia kebaharian.
Kita ketahui, misalnya sastrawan klasik Betawi (sebelum ada percetakan, yang tidak menyebutkan nama dalam karya-karyanya) banyak mengkisahkan kehidupan kebaharian. Syair-syair lagu gambang kromong, baik lagu dalem maupun lagu sayur, banyak mengkisahkan kehidupan atau simbolisasi laut.
Rancag, salah satu seni pertunjukan Betawi, memiliki lakon yang menceritakan kelautan. Misalnya Rancag Kampoeng Kleboe, Rancag Si Angkri Djago Pasar Ikan, Rancag Orang Derep Keleboe, dan lain sebagainya. Syair-syair lagu gambang kromong pun tidak sedikit mengambil laut sebagai salah satu penceritaannya. Dapat dilihat misalnya pada lagu :Kramat Karem, Gambang Semarang, Tandjoeng Boeroeng, dan sebagainya.
Folklore atau cerita rakyat Betawi, tidak kurang menceritakan perihal kelautan. Kita temi misalnya pada cerita : Buaya Buntung, Hikayat Si Entong, Mirah Singa Betina dari Marunda, Ariah atau Si Manis Jembatan Ancol, Pancoran pangeran, dan sebagainya.
Muhammad Bakir, seorang sastrawan Betawi asal kampung Pecenongan, mulai menlis atau menyalin karya-karya sastra klasik pada sekitar tahun 1870-an. Pada hampir sebagian besar karyanya mengambil lautan sebagai latar belakang penceritaannya. Dapat diketahui dari kisah antara lain : Hikayat Nakhoda Asyik, Merpati Mas dan Merpati Perak, Seribu Dongeng, Hikayat Sultan Taburat, dan sebagainya.
Ketika mesin percetakan sudah menjadi alat yang lumrah digunakan, banyak sastrawan yang mencetak dan menerbitkan karyanya, meski belum dicantumkan namanya. Karya yang berkaitan dengan laut, misalnya dapat dibaca dalam karya berjudul Sair Kapal Roesak.
Namun pada kenyataannya, jangankan generasi muda dan masyarakat pada umumnya, para praktisi atau seniman Betawi sendiri pun kadang kurang memahaminya. Mungkin hanya sebagian sangat kecil saja masyarakat yang dapat mengetahui keberadaan sastra Betawi. Sehubungan dengan fenomena di atas, saya merasa terpanggil untuk ikut berpartisipasi memperkenalkan, mengembangkan, dan melestarikan sastra Betawi, khususnya sastra Betawi yang berkaitan dengan kehidupan kelautan.Berikut beberapa teks perihal laut yang dimaksud.
Sair Kapal Roesak, syair ini tidak diketahui siapa yang menulisnya atau NN (Tertjitak dan terdjoeal oleh: Boekhandel & Loten-Debitan Kwee Seng Tjoan, Batavia, tanpa tahun. Laut dijadikan sebagai latar belakang kisahan syair atau pantun.Laut dijadikan sebagai simbol muncul dan merebaknya cinta kasih antara laki-laki dan perempuan.
Doedoek di pasir meliat pemandangan
Iseng-iseng batja boekoe tjerita
Ada jang plesir sama toendangan
Di sana marika bertjinta-tjinta
Sair Tamsil Ikan di Laut ditulis olehM. Sihabuddin Alwi dari kampung Pekojan Betawi tengah (Betawi Stad, Pekodjan). Laut sebagai latar belakang kisahan syair atau pantun. Laut dan kehidupan di dalamnya menjadi sumber uraian nasehat. Berbagai ikan yang hidup di laut menjadi tokoh yang dapat berbicata memberi nasihat kepada manusia.
Sair tamsil ikan di laut
Ikan bersual sambut menyambut
Masalah tauhid fikih mengikut
Beberapa nasehat juga terkandut
CeritaAriah, berlatar belakang laut menggambarkan kesederhanaan Aria. Ariah manusia pantai yang akrab dengan laut, meski hidupnya berakhir tragis.Ariah berjalan menuju Ancol dengan langkah yang enteng. Ia melihat-lihat pekerja yang sedang membuat jalan kereta api. Langkah dilanjutkan menuju utara. Setibanya di sebuah tempat yang bernama Bendungan Melayu, Aria membuka timbelnya. Ia makan dengan lahap. Aria duduk termangu sambil merapihkan bekas makannya. Dari kejauhan ia mulai mendengar debur ombak. Hari telah sore.
Ariah bangkit melanjutkan perjalanannya. Bendungan Melayu ditinggalkannya. Ia tiba di Ancol. Hari semakin gelap. Laut terhampar di hadapannya. Ia tak ingin kembali pulang, tapi juga tak tahu kemana lagi harus melangkah. Angan-angannya berlayar, tapi kemana?
Cerita Si benermengisahkan tokoh bernama Bener dan lautmenjadi sumber mata pencahariannya. Laut pula dijadikan sebagai simbol kesabaran mencari rejeki.Kehidupan laut yang tidak teruga, memberikan pengharapan kepada manusia.
Tersebutlah seorang laki-laki, Si Bener namanya. Tiada lain kerja Si Bener hanyalah pengail alias tukang mancing. Setiap hari ia mengail di laut. Mata kailnya jarum, sedang umpannya bekatul. Karena itu ia tak pernah berhasil mendapatkan ikan. Malah ikan-ikan di laut menjadi kian banyak, sebab setiap hari memakan bekatul umpan kail Si Bener.
Penutup
Jakarta adalah kota yang dihuni oleh penduduk dari pelbagai latar belakang etnis dan agama. Jakarta sejatinya sebuah kota majemuk sejak zaman dahulu kala. Hendaknya dapat dikembangkan kerukunan hidup antar warga dengan saling menghormati kepercayaan dan keyakinan masing-masing.
Sastra Betawi yang mengekspresikan kelautan sebagaimana diuraikan di atas, baru sebagian kecil saja. Masih banyak pantun, syair, cerita rakyat, puisi, prosa maupun karya-kara modern yang ditulis oleh sastrawan Betawi. Ketekunan dalam membaca dan meneliti teks-teks sastra itu menjadi kunci keberhasilan memahaminya.
Sebagaimana dikatakan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dan luas laut yang mengitarinya jauh lebih besar daripada daratan, menjadi jelas jika tema kelautan atau kebaharian dalam kesusatraannya (baik lisan maupun tulis) pastilah besar. Sastra Betawi sebagaimana saya uraikan (meski penelitiannya belum maksimal), memperlihatkan hal itu. Sastra Betawi sebagai bagian dari sastra Indonesia, karena tumbuh dan berkembang di ibikota negara, dapat menjadi sabuk pengikat cinta keberagaman kudaya, mengokohkan jatidiri nusantara dan NKRI.
Peniuis Oleh Yahya Andi Saputra
Rujukan
- Dinas Kebudayaan dan Permseuman Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2004.Cerita Rakyat Betawi. Jakarta : Dinas Kebudayaan dan Permseuman Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
- Lohanda, Mona. 2007. Sejarah Pembesar Mengatur Batavia. Depok: Masup Jakarta,
- Saidi, Ridwan. 2010. Potret Budaya Manusia Betawi. Jakarta : Perkumpulan Renaissance Indonesia.
- Saputra, Yahya Andi, Tatang Suhenda, Rudy Haryanto. 2011. Permainan Tradisional Anak-Anak Betawi. Jakarta : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.